JAKARTA. PT Harum Energy Tbk (HRUM) keberatan dengan rencana pemerintah yang tetapkan bea keluar bagi barang mineral mentah seperti batubara. Ray Antonio Gunara, Direktur Utama HRUM menyebutkan, batubara selama ini sudah membayar royalti 13,5% ke pemerintah, jika ditambah bea keluar semakin menggerus keuntungan perusahaan tambang."Segala macam industri mulai dari kelapa sawit, batubara ada pungutan tambahan bisa berdampak negatif. Pasti akan jadi beban, kalau sekarang harga komoditas turun, dan masih dikenakan bea keluar, ditambah biaya BBM juga tak turun," kata Ray saat ditemui Rabu (16/5).Jika benar-benar direalisasikan kebijakan tersebut, maka mereka membayar royalti 13,5% dan bayar bea keluar 20% kepada pemerintah. "Kalau begini, kami hanya mendapatkan 70%. Margin kami semakin kecil," tambah Ray.Ray sendiri mengaku tak mengerti tentang kebijakan pemerintah tersebut. Apalagi, lebih 90% batubara yang diproduksi HRUM dijual ke luar negeri. Ekspor dilaukan karena pasar dalam negeri tidak menyerap batubara yang dimiliki HRUM. "Saat ini permintaan batubara dalam negeri sendiri belum terlalu tinggi. Kami juga ingin jual untuk dalam negeri tapi tidak ada yang beli juga, jadi bagaimana," ungkapnya.Di sisi lain pada kuartal pertama 2012 ini 39% penjualan batubara HRUM ke Korea Selatan, Taiwan di posisi kedua sebagai pembeli terbesar dengan 33%, disusul China dengan 15% dan Malaysia dengan 9%.Tahun ini HRUM menargetkan memproduksi batubaranya 13 juta ton, atau naik 30% dibandingkan tahun lalu yang sebesar 9,7 juta ton. Sepanjang tiga bulan pertama tahun 2012, perusahaan sudah menjual 3,6 juta ton dengan harga rata-rata US$ 94 per ton. "Ya dengan pencapaian di kuartal 1, kami tetap optimis jika target kami tercapai," tegas Ray.
HRUM keberatan ada bea keluar batubara
JAKARTA. PT Harum Energy Tbk (HRUM) keberatan dengan rencana pemerintah yang tetapkan bea keluar bagi barang mineral mentah seperti batubara. Ray Antonio Gunara, Direktur Utama HRUM menyebutkan, batubara selama ini sudah membayar royalti 13,5% ke pemerintah, jika ditambah bea keluar semakin menggerus keuntungan perusahaan tambang."Segala macam industri mulai dari kelapa sawit, batubara ada pungutan tambahan bisa berdampak negatif. Pasti akan jadi beban, kalau sekarang harga komoditas turun, dan masih dikenakan bea keluar, ditambah biaya BBM juga tak turun," kata Ray saat ditemui Rabu (16/5).Jika benar-benar direalisasikan kebijakan tersebut, maka mereka membayar royalti 13,5% dan bayar bea keluar 20% kepada pemerintah. "Kalau begini, kami hanya mendapatkan 70%. Margin kami semakin kecil," tambah Ray.Ray sendiri mengaku tak mengerti tentang kebijakan pemerintah tersebut. Apalagi, lebih 90% batubara yang diproduksi HRUM dijual ke luar negeri. Ekspor dilaukan karena pasar dalam negeri tidak menyerap batubara yang dimiliki HRUM. "Saat ini permintaan batubara dalam negeri sendiri belum terlalu tinggi. Kami juga ingin jual untuk dalam negeri tapi tidak ada yang beli juga, jadi bagaimana," ungkapnya.Di sisi lain pada kuartal pertama 2012 ini 39% penjualan batubara HRUM ke Korea Selatan, Taiwan di posisi kedua sebagai pembeli terbesar dengan 33%, disusul China dengan 15% dan Malaysia dengan 9%.Tahun ini HRUM menargetkan memproduksi batubaranya 13 juta ton, atau naik 30% dibandingkan tahun lalu yang sebesar 9,7 juta ton. Sepanjang tiga bulan pertama tahun 2012, perusahaan sudah menjual 3,6 juta ton dengan harga rata-rata US$ 94 per ton. "Ya dengan pencapaian di kuartal 1, kami tetap optimis jika target kami tercapai," tegas Ray.