KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Huawei memiliki kesempatan untuk menancapkan kukunya di bisnis
smartphone global setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump berjanji akan mencabut beberapa pembatasan yang diberlakukan pada perusahaan asal China tersebut. Termasuk mengizinkan perusahaan-perusahaan asal AS untuk menjual teknologi dan komponen penting ke Huawei tanpa lisensi pemerintah. "Perusahaan-perusahaan AS dapat menjual peralatan mereka ke Huawei selama transaksi tersebut tidak melahirkan masalah darurat nasional yang hebat," kata Trump pada KTT G20 di Jepang. Asal tahu saja, Huawei menjual lebih banyak
smartphone daripada Apple dalam tiga bulan pertama 2019 dan memiliki ambisi menyalip Samsung sebagai pembuat
smartphone terbesar di dunia pada tahun 2020 nanti.
Tetapi pembatasan pemerintah AS yang mulai diberlakukan pada 16 Mei lalu menyebabkan dampak nyata dalam bisnis internasional dari perusahaan yang berbasis di Shenzhen ini. CEO Huawei Ren Zhengfei mengatakan pada awal bulan ini bahwa penjualan
smartphone global Huawei anjlok 40% sepanjang 17 Mei dan 16 Juni bila dibandingkan dengan periode 30 hari sebelumnya. "Kami menghormati komentar dari presiden AS yang berkaitan dengan Huawei, dan kami tidak memiliki komentar lebih lanjut saat ini," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan seperti dikutip
CNN. Meskipun masih belum jelas perusahaan AS mana yang akan diizinkan untuk menjual produknya ke Huawei, analis mengatakan pemasok paling penting untuk bisnis ponsel cerdas perseroan pada saat ini adalah Google. Perusahaan teknologi yang berbasis di Silicon Valley ini membatasi akses Huawei ke sistem operasi dan aplikasi Android pada bulan lalu untuk mematuhi pembatasan yang diberlakukan Washington. "Dengan berasumsi bahwa Google tidak memiliki masalah dan mendapatkan lisensi untuk menjual layanannya ke Huawei, hal itu merupakan hal yang sangat berarti bagi Huawei," kata Bryan Ma, analis perusahaan riset IDC. Seperti kebanyakan
smartphone di dunia, perangkat Huawei menggunakan sistem operasi Google Android, yang mencakup aplikasi dan layanan populer seperti Google Maps dan Gmail. Tanpa akses ke ekosistem itu, telepon pintar Huawei akan dijauhi oleh para pengguna di luar China. Sekitar setengah dari penjualan
smartphone Huawei pada tahun lalu sendiri memang berasal dari luar China. Menurut Ma, selama enam minggu terakhir peritel internasional dan konsumen khawatir tentang apakah layanan Google dan pembaruan keamanan akan terus tersedia di ponsel Huawei.
"Konsumen jelas tidak ingin membeli telepon yang tidak memberi layanan yang mereka inginkan, dan pengecer tidak ingin mengambil banyak inventaris yang tidak bisa dijual," katanya. Di sisi lain,
smartphone Huawei yang ada di pasaran harga jual kembalinya jatuh karena daftar hitam AS. Contohnya ponsel Huawei seri P30 Pro sebelumnya dijual seharga € 999 di Eropa. Namun setelah Huawei masuk daftar hitam, sebagian besar pedagang hanya menawarkan € 100 untuk membeli kembali ponsel bekas dari seri tersebut. "Banyak pelanggan yang sangat tertarik untuk menjual kembali ponsel Huawei setelah mengetahui bahwa perangkat yang mereka miliki nilainya telah jatuh," kata Ben Stanton, analis dari perusahaan riset Canalys. Ia menyebut banyak konsumen yang paranoid dengan merek Huawei. "Ada banyak upaya memperbaiki citra merek yang harus dilakukan Huawei," ungkapnya.
Editor: Tendi Mahadi