Hubungan China-Jepang mencair berkat Trump



KONTAN.CO.ID - TOKYO. Hubungan Jepang dan China yang sempat merenggang kembali hangat. Donald Trump jadi faktor yang kembali merekatkan kedua negara Asia Timur ini. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah tiba di Beijing untuk melakukan pertemuan bilateral pertama dengan China dalam tujuh tahun terakhir untuk mencairkan hubungan yang beku demi menghadapi gesekan kebijakan dagang dengan Amerika Serikat.

Kunjungan tiga hari Shinzo Abe diharapkan bisa membangun ruang lingkup baru bagi kerjasama antara dua ekonomi terbesar di Asia. Hal ini juga diharapkan untuk meningkatkan kepercayaan yang telah rapuh sejak kedua negara memulihkan hubungan diplomatik pada tahun 1972. Sejak 2017, China telah meningkatkan jangkauannya ke Jepang dan negara-negara lain karena negara itu mengunci perdagangan dengan Amerika Serikat.

Meski Jepang masih khawatir tentang kekuatan angkatan laut China yang sedang tumbuh, namun negeri matahari terbit tetap ingin mempererat hubungan ekonomi dengan mitra dagang dengan China. Shinzo Abe yang kembali berkuasa pada 2012 ketika hubungan dengan China compang-camping karena perseteruan atas pulau-pulau Laut China Timur, telah bertemu Presiden China Xi Jinping berkali-kali sejak tahun 2014 di sela-sela acara regional KTT di Beijing.


Tetapi pertemuannya dengan Xi pada minggu ini akan menjadi KTT Sino-Jepang berskala penuh pertama sejak 2011. "Melalui kunjungan ini, saya ingin meningkatkan hubungan antara kedua negara ke tingkat yang baru," kata Abe dikutip Reuters, Kamis (25/10).

Abe juga akan bertemu dengan Perdana Menteri Li Keqiang dan menghadiri resepsi untuk menandai 40 tahun perjanjian perdamaian. Ke depan, lebih banyak kunjungan diharapkan akan menyusul. 

Kiyoyuki Seguchi, direktur penelitian di Canon Institute for Global Studies menilai jika Xi berjanji untuk datang ke Jepang tahun depan, itu akan menjadi hal yang sangat besar. "Jika itu terwujud, peningkatan hubungan Jepang-China akan semakin cepat," katanya.

Namun diperlukan banyak kesepakatan, seperti pengaturan pertukaran mata uang dan dialog baru tentang inovasi dan perlindungan hak milik intelektual untuk komunikasi yang lebih baik soal militer.

Di sisi lain Jepang juga berharap untuk mencapai kemajuan dalam implementasi kesepakatan 2008 tentang pengembangan ladang gas bersama di perairan yang kini disengketakan. Ditambah keinginan agar China mengurangi batas impor produk dari area yang terkena dampak bencana nuklir Fukushima 2011.

Menurut sumber dari pemerintahan Jepang, sebuah forum bisnis tentang kerjasama sektor swasta di negara-negara ketiga diperkirakan akan menghasilkan sekitar 50 perjanjian yang tidak mengikat. Sementara itu China mungkin berharap bahwa Abe akan membuat pernyataan positif tentang inisiatif Belt dan Road yang dimiliki negara tersebut, untuk membangun jaringan transportasi dan perdagangan di lebih dari 60 negara.

Proyek Belt and Road mendapat kecaman karena membebani negara-negara miskin dengan utang melalui proyek-proyek besar yang tidak layak secara ekonomi. China sendiri telah menolak kritik itu.

Para pejabat pertahanan Jepang juga mewaspadai implikasi militernya, dan Tokyo mendorong Strategi kawasan Pasifik yang bebas dan terbuka untuk mempromosikan perdagangan dan infrastruktur di Asia, Afrika dan Timur Tengah. Jepang ingin memastikan semua proyek bersama dengan China transparan, terbuka dan secara fiskal sehat.

Di tengah pertumbuhan kenaikan ekonomi China, Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono mengatakan minggu ini Jepang mengakhiri bantuan pembangunannya ke China, setelah menghentikan sebagian besar bantuan lebih dari satu dekade lalu. Sebaliknya, mereka akan mencari cara untuk membantu negara lain.

Meskipun ada upaya mencairkan hubungan, namun rasa ketidakpercayaan masih terlihat. Sejarah perang dengan China sering mengeluh bahwa Jepang belum sepenuhnya menebus pendudukannya atas bagian China sebelum dan selama Perang Dunia II. Sementara Jepang masih mewaspadai belanja militer China dan dominasinya di Laut Cina Selatan, yang diisi banyak rute perdagangan Jepang.

Editor: Herlina Kartika Dewi