MOMSMONEY.ID - Hujan es terjadi di Sidoarjo Jawa Timur pada Senin (26/2) sore. Waspada cuaca ekstrem hujan es saat masa pancaroba atau peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Berdasarkan analisis radar BMKG Juanda, terpantau ketinggian awan Cumulonimbus (CB) saat kejadian hujan es di Sidoarjo mencapai lebih dari 8 km. Awan CB yang menjulang tinggi memungkinkan pembentukan kristal-kristal es di puncak awan yang bisa turun menjadi hujan es.
Hanya, sampai hari ini, wilayah Jawa Timur dan sekitarnya masih dalam fase musim hujan. Fase pancaroba diperkirakan akan memasuki sebagian besar wilayah Jawa Timur pada Maret-April. BMKG mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem selama periode pancaroba yang bisa berlangsung pada Maret-April 2024. "Selama periode pancaroba, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam siaran pers, dikutip Selasa (27/2). Baca Juga:
Heboh Tornado Kecil di Rancaekek, Ini Tanda-Tanda akan Terjadi Puting Beliung Seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es. Dwikorita mengungkapkan, berdasarkan analisis dinamika atmosfer yang BMKG lakukan, saat ini puncak musim hujan telah terlewati di berbagai wilayah Indonesia, khususnya bagian selatan Indonesia. Hal ini mengindikasikan wilayah tersebut akan mulai memasuki peralihan musim pada Maret hingga April nanti. Menurut Dwikorita, salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari, dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari. Hal ini terjadi karena radiasi Matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi atawa pengangkatan massa udara dari permukaan Bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan. Baca Juga:
BMKG Rilis Peringatan Dini Cuaca Curah Hujan Tinggi Klasifikasi Awas di Daerah Ini Karakteristik hujan pada periode ini, Dwikorita menyebutkan, cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat. Apabila kondisi atmosfer menjadi labil atau tidak stabil, maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkatkan. "Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat/petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas," bebernya. Curah hujan yang lebat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang dan tanah longsor. "Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan yang rawan longsor, kami juga mengimbau untuk waspada dan berhati-hati," tambah dia.
Baca Juga: Masuk Pancaroba Maret-April, Waspada Cuaca Ekstrem Puting Beliung dan Hujan Es Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto mengatakan, berdasarkan monitoring yang BMKG lakukan, terdapat beberapa fenomena atmosfer yang terpantau masih cukup signifikan dan bisa memicu peningkatan curah hujan yang disertai kilat/angin kencang.
Pertama, aktivitas monsun Asia yang masih dominan.
Kedua, aktivitas Madden Jullian Oscillation (MJO) pada kuadran 3 (Samudra Hindia bagian timur) yang diprediksi akan memasuki wilayah Pesisir Barat Indonesia pada beberapa pekan kedepan.
Ketiga, aktivitas gelombang atmosfer di sekitar Indonesia bagian selatan, tengah, dan timur.
Keempat, terbentuknya pola belokan dan pertemuan angin yang memanjang di Indonesia bagian tengah dan selatan. "Seluruh fenomena atmosfer tersebut berkontribusi terhadap terjadinya fenomena cuaca ekstrem di berbagai wilayah di Indonesia," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan