Hukum mati koruptor, ini komentar penegak hukum



JAKARTA. Kejaksaan Agung mendukung fatwa yang dikeluarkan Ulama Nahdlatul Ulama (NU) untuk menghukum mati para koruptor di negeri ini. Pendapat ini disampaikan oleh Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Senin (17/9).

Menurut Agung, pihaknya sebagai lembaga penegak hukum, mendukung regulasi tersebut jika untuk menekan angka kasus korupsi di Indonesia. "Itu tergantung regulasi. Jika memang kita (lembaga penegak hukum) sepakat, maka kenapa tidak (hukuman mati diberlakukan)?," pungkas Basrief di Gedung DPR, Jakarta, Senin (17/9).

Basrief menambahkan, selama ini belum ada aturan atau regulasi yang mengatur hukuman mati pelaku korupsi dalam keadaan tidak istimewa. Menurut Basrief, selama ini regulasi yang mengatur hukuman mati terhadap pelaku korupsi hanya mengenai tindakan korupsi dalam keadaan istimewa.


"Regulasi yang ada sekarang untuk hukuman mati itu, apabila terjadi sesuatu dalam kejadian istimewa, tidak biasa atau darurat. Kalau dalam hal korupsi biasa, belum ada regulasi, maka tidak dikenakan pidana hukuman mati. Kita tunggu saja regulasinya," imbuh Basrief.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Timur Pradopo. Ia bilang, fatwa itu merupakan bentuk dukungan lembaga penegak hukum untuk penegakan hukum. Hukuman mati tersebut menurut Timur, merupakan harapan agar penegakan hukum tidak ciderao oleh sanksi hukum minimal yang didapat oleh para pelaku tindak pidana korupsi.

Karena itu, jenderal polisi bintang empat ini mengapresiasi fatwa PBNU untuk menghukum mati terpidana korupsi. "Ini (fatwa) adalah bentuk menyemangati lembaga penegak hukum dalam proses penegakan hukum. Artinya ini betul-betul harapan masyarakat menegakkan hukum yang berkomitmen dengan masalah pemberantasan korupsi," jelas Timur ditempat yang sama.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas belum berani berkomentar atas fatwa PBNU ini. "Saya belum bisa komentar soal itu. Nanti saya baca dulu (fatwanya)," tutur Busyro.

Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, menghasilkan fatwa atau putusan. Diantaranya adalah; hukuman mati kepada koruptor.

Ketua Umum Pengurus Besar NU (PBNU), Said Aqil Siroj, telah menegaskan hukuman mati ini diberlakukan buat koruptor yang telah membangkrutkan negara. ''Dalam Al-Quran orang-orang yang merusak tatanan hukum itu bisa dibunuh, disalip, di buang dari muka bumi ini. Mereka itu adalah yang sudah mengambil ratusan juta rupiah,'' tegas Said Aqil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri