KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keinginan pemerintah untuk mendorong pembangunan industri baterai kendaraan listrik memang baru mencuat ke permukaan setahun terakhir. Bentuk paling riilnya berupa pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) atau PT Industri Baterai Indonesia pada Maret 2021. Empat Badan Usaha Milik Negara; PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM), MIND ID (Persero), PT Pertamina (Persero) dan PLN (Persero) menjadi pemegang saham IBC dengan porsi kepemilikan masing-masing 25%. Beban berat tersemat di pundak IBC; membangun dan mengembangkan industri baterai yang terintegrasi. Mulai dari penambangan bijih nikel hingga daur ulang baterai bekas.
Teknologi dan biaya investasi yang besar menjadi kendala buat Indonesia. Tapi, negeri ini punya modal utama lainnya; ketersediaan bahan baku berupa bijih nikel yang melimpah. Merujuk data United States Geological Survei (USGS), cadangan nikel Indonesia mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia. Disinilah posisi Antam menjadi strategis lantaran perusahaan pelat merah itu merupakan pemilik cadangan nikel terbesar kedua di Indonesia. Dolok Robert Silaban, Direktur Pengembangan Usaha Antam kepada KONTAN (26/7) menyebut, pada tahun 2021 tercatat cadangan bijih nikel ANTAM sebesar 381,91 juta
wet metric ton (wmt), tumbuh 2% dibanding cadangan pada 2020 yang sebesar 375,52 juta wmt. Total cadangan 381,91 juta wmt itu terdiri dari 332,69 juta wmt bijih nikel
saprolite dan 49,22 juta wmt bijih nikel
limonite. Untuk target produksi bijih nikel Antam di tahun 2022 sebesar 12,10 juta wmt, tumbuh 10% dari realisasi 2021 yang sebesar 11,01 juta wmt.
Baca Juga: Berkat Baterai EV, Nikel Kadar Rendah Bakal Naik Status dari Paria Jadi Primadona Dus, IBC pun menggadang strategi jitu dengan menggandeng CATL dan LG Energy Solution membangun industri baterai EV terintegrasi di tanah air. Keduanya adalah produsen baterai kendaraan listrik terbesar di dunia. CATL misalnya, merujuk publikasi Wired pada 28 Juni 2022, menyebut CATL memasok 30% dari kebutuhan baterai EV dunia. Tesla, Kia dan BMW merupakan contoh beberapa pabrikan mobil listrik yang menggunakan baterai bikinan perusahaan yang didirikan Zeng Yuqun alias Robin Zeng itu. Gabungan produksi CATL dan LG Energy Solution, kata Direktur Utama IBC Toto Nugroho, sudah mendekati 300
gigawatt hours (GWh), atau hampir setengah dari produksi baterai EV dunia.
Gaet komitmen investasi belasan miliar dolar AS
Nah, pada April 2022, komitmen dari LG dan CATL berhasil diperoleh. Toto menyampaikan, LG berkomitmen untuk membenamkan investasi senilai US$ 9,8 miliar dan CATL sebesar US$ 5,97 miliar. "Ini kerja sama
end to end, mulai dari
mining,
refining, hingga menjadi produk baterai, termasuk
baterry recycling," ujar Toto kepada KONTAN (25/7). Skemanya, tahun ini dibikin
joint venture (JV) di pertambangan, bekerjasama dengan Antam (ANTM). Di sisi
upstream ini, pihak Indonesia akan menjadi pemegang saham mayoritas. Lokasi tambangnya, kata Toto, di Halmahera Timur, Maluku Utara. Dus, Antam pun berencana memisahkan sebagian aset dan liabilitas yang terkait dengan usaha pertambangan nikelnya di Halmahera Timur kepada PT Nusa Karya Arindo dan PT Sumberdaya Arindo. Dua entitas ini merupakan anak usaha yang dimiliki sepenuhnya oleh Antam. Untuk memuluskan rencana
spin off tersebut, Antam akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 23 Agustus 2022.
Baca Juga: Menelisik Persoalan Pengelolaan Limbah Pabrik Prekursor Katoda Baterai Litium Sementara JV untuk pengolahan dari bijih nikel menjadi bahan baku baterai akan dibentuk akhir 2022. Targetnya, fasilitas pengolahan itu bisa beroperasi pada 2024-2025. Di sisi
downstream, mulai dari pengolahan hingga produk jadi berupa baterai EV, IBC akan menjadi pemegang saham minoritas dengan porsi kepemilikan di atas 10%. Detil porsi saham dan besaran investasi yang menjadi bagian IBC belum bisa diungkapkan, lantaran masih terikat klausul kerahasiaan atau
non disclosure agreement. Pabrik pengolahan bahan baku hasil kerja sama dengan CATL bakal dibangun di Halmahera. Pada tahap awal, CATL akan membangun pabrik baterai EV berkapasitas 15 GWh. "CATL untuk tahap pertama 15 GWh, lalu hingga 50 GWh. Disesuaikan dengan
demand yang ada di Indonesia," sebut Toto. Sementara pada 2025-2026, kapasitas produksi baterai kendaraan listrik LG di Indonesia ditargetkan bisa mencapai 30 GWh.
Baca Juga: Nikel, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Baterai EV dan Wajah Baru Bahodopi Untuk fasilitas produksi katoda dan anoda yang bekerjasama dengan LG dibangun di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah. Hasil produksi pabrik di Batang inilah yang nantinya akan menyuplai kebutuhan pabrik baterai EV milik PT HKML Battery Indonesia di Karawang New Industry City, Jawa Barat.
Menurut Toto, IBC juga memiliki kepemilikan saham di PT HKML Battery Indonesia. "Ada tapi minoritas, kita sangat kecil disitu. Posisi kita lebih untuk kepemilikan portofolio. Tapi kalau sudah diintegrasikan dengan
end to end kita, bisa ambil porsi saham lebih besar," ujarnya. Berbagai upaya dan strategi itu ditempuh untuk mencapai target penetrasi kendaraan listrik di Indonesia sebesar 30% pada tahun 2030. Ini target yang cukup ambisius namun bukan hal yang mustahil untuk dicapai. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tedy Gumilar