KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Industri Baterai Indonesia atau dikenal Indonesia Battery Corporation (IBC) mengungkap alasan mendasar mundurnya perusahaan Korea Selatan, LG dari pembentukan joint venture (JV) Proyek Titan. Untuk diketahui proyek Titan adalah salah satu proyek raksasa ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) terintegrasi di Indonesia. Proyek ini awalnya melibatkan IBC, dengan konsorsium LGES yang terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, dan LG International. Selain konsorsium LGES, dalam proyek ini IBC juga bekerja sama dengan mitra dari China, yaitu Huayou Holding (Zhejiang Huayou Cobalt). Baca Juga: Meski Cabut dari Proyek Titan, Hyundai Pastikan LG Tetap Lanjutkan Proyek Baterai EV Namun pada, Selasa (22/4), melansir Yonhap News Agency, LG menyatakan mundur dari proyek senilai 11 triliun Won atau setara dengan Rp 130 triliun tersebut setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia. Terkait keputusan ini, IBC melalui VP Commercial and Marketing, Bayu Hermawan menyebut alasan utama mundurnya konsorsium LG adalah karena adanya perubahan terkait permintaan baterai EV di level global. "Key challenge juga dari mereka (LG), karena market mereka itu kan memang NMC, pasti market-nya ke Eropa, Amerika, dan sejenisnya gitu ya," kata Bayu saat ditemui di Jakarta, Kamis (24/04). Untuk diketahui, ekosistem baterai yang akan dibangun oleh IBC dan konsorsium LG adalah baterai EV berbasis nikel atau Nickel Manganese Cobalt (NMC). Baterai NMC memiliki pasar yang cukup besar di kawasan Amerika dan Eropa karena dinilai cocok dengan kebutuhan mobil EV yang berfokus pada jarak jauh dan ketahanan cuaca. Baca Juga: Dipanggil ke Istana, Rosan Lapor Prabowo soal Realisasi Investasi hingga Mundurnya LG Sedangkan kawasan Asia, masih dikuasai China melalui baterai EV berbasis Lithium atau Lithium Ferro Phosphate (LFP). Dengan adanya perubahan pasar akibat perang dagang termasuk munculnya tarif resiprokan dari Amerika Serikat, pasar baterai NMC dinilai memiliki batasan, sehingga menghambat penjualan baterai EV berbasis nikel. "Kalau market asia kan di LFP ya, jadi memang dengan adanya tantangan-tantangan untuk penetrasi di Amerika, ada barrier dan lain sebagainya," tambah Bayu. Dengan tidak berlanjutnya LG dalam project, Bayu menyebut pihaknya kembali membuka kesempatan untuk pihak-pihak dari negara lain bergabung dalam proyek Titan ini. "Tapi tentu ke depannya kita terus membuka untuk peluang-peluang kolaborasi sih dengan berbagai pihak," ungkapnya. Asal tahu saja, di proyek Titan saat ini Huayou telah diumumkan sebagai pengganti posisi LG.
IBC Ungkap Alasan LG Batal Investasi Baterai EV di Indonesia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Industri Baterai Indonesia atau dikenal Indonesia Battery Corporation (IBC) mengungkap alasan mendasar mundurnya perusahaan Korea Selatan, LG dari pembentukan joint venture (JV) Proyek Titan. Untuk diketahui proyek Titan adalah salah satu proyek raksasa ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) terintegrasi di Indonesia. Proyek ini awalnya melibatkan IBC, dengan konsorsium LGES yang terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, dan LG International. Selain konsorsium LGES, dalam proyek ini IBC juga bekerja sama dengan mitra dari China, yaitu Huayou Holding (Zhejiang Huayou Cobalt). Baca Juga: Meski Cabut dari Proyek Titan, Hyundai Pastikan LG Tetap Lanjutkan Proyek Baterai EV Namun pada, Selasa (22/4), melansir Yonhap News Agency, LG menyatakan mundur dari proyek senilai 11 triliun Won atau setara dengan Rp 130 triliun tersebut setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia. Terkait keputusan ini, IBC melalui VP Commercial and Marketing, Bayu Hermawan menyebut alasan utama mundurnya konsorsium LG adalah karena adanya perubahan terkait permintaan baterai EV di level global. "Key challenge juga dari mereka (LG), karena market mereka itu kan memang NMC, pasti market-nya ke Eropa, Amerika, dan sejenisnya gitu ya," kata Bayu saat ditemui di Jakarta, Kamis (24/04). Untuk diketahui, ekosistem baterai yang akan dibangun oleh IBC dan konsorsium LG adalah baterai EV berbasis nikel atau Nickel Manganese Cobalt (NMC). Baterai NMC memiliki pasar yang cukup besar di kawasan Amerika dan Eropa karena dinilai cocok dengan kebutuhan mobil EV yang berfokus pada jarak jauh dan ketahanan cuaca. Baca Juga: Dipanggil ke Istana, Rosan Lapor Prabowo soal Realisasi Investasi hingga Mundurnya LG Sedangkan kawasan Asia, masih dikuasai China melalui baterai EV berbasis Lithium atau Lithium Ferro Phosphate (LFP). Dengan adanya perubahan pasar akibat perang dagang termasuk munculnya tarif resiprokan dari Amerika Serikat, pasar baterai NMC dinilai memiliki batasan, sehingga menghambat penjualan baterai EV berbasis nikel. "Kalau market asia kan di LFP ya, jadi memang dengan adanya tantangan-tantangan untuk penetrasi di Amerika, ada barrier dan lain sebagainya," tambah Bayu. Dengan tidak berlanjutnya LG dalam project, Bayu menyebut pihaknya kembali membuka kesempatan untuk pihak-pihak dari negara lain bergabung dalam proyek Titan ini. "Tapi tentu ke depannya kita terus membuka untuk peluang-peluang kolaborasi sih dengan berbagai pihak," ungkapnya. Asal tahu saja, di proyek Titan saat ini Huayou telah diumumkan sebagai pengganti posisi LG.