JAKARTA. Bencana gempa dan tsunami di Jepang membuat PT Intan Baruprana Finance (IBF) kebanjiran pengajuan pembiayaan alat berat. Maklum, IBF fokus pada pembiayaan alat berat non-Jepang. Sekitar 80% pembiayaan IBF mengalir untuk alat berat Volvo dari Korea dan Swedia. Tercatat, ada lima perusahaan besar yang mempercepat pemesanan dan fasilitas pembiayaan. Perusahaan-perusahaan tersebut tadinya berencana memesan Juli nanti. Tapi akibat bencana di Jepang, "Mereka khawatir tidak kebagian alat berat bila tidak segera memesan," kata Sales Head IBF Kurniawan Saktiaji. Kekhawatiran tersebut beralasan. Sebab, selama ini mayoritas alat berat yang beredar di Indonesia diimpor dari Jepang. Nah, musibah di Jepang akan mendorong orang berpindah ke alat berat buatan negara lain. Selain itu, proses pembiayaan alat berat juga lama, sekitar tiga-empat bulan. Bahkan, untuk alat berat khusus di tambang batubara bisa 6 bulan. "Nasabah sepertinya tak mau menanggung risiko kekurangan peralatan, sementara permintaan produk-produk komoditas semakin tinggi," kata Kurniawan.
IBF malah kebanjiran permintaan pembiayaan alat berat
JAKARTA. Bencana gempa dan tsunami di Jepang membuat PT Intan Baruprana Finance (IBF) kebanjiran pengajuan pembiayaan alat berat. Maklum, IBF fokus pada pembiayaan alat berat non-Jepang. Sekitar 80% pembiayaan IBF mengalir untuk alat berat Volvo dari Korea dan Swedia. Tercatat, ada lima perusahaan besar yang mempercepat pemesanan dan fasilitas pembiayaan. Perusahaan-perusahaan tersebut tadinya berencana memesan Juli nanti. Tapi akibat bencana di Jepang, "Mereka khawatir tidak kebagian alat berat bila tidak segera memesan," kata Sales Head IBF Kurniawan Saktiaji. Kekhawatiran tersebut beralasan. Sebab, selama ini mayoritas alat berat yang beredar di Indonesia diimpor dari Jepang. Nah, musibah di Jepang akan mendorong orang berpindah ke alat berat buatan negara lain. Selain itu, proses pembiayaan alat berat juga lama, sekitar tiga-empat bulan. Bahkan, untuk alat berat khusus di tambang batubara bisa 6 bulan. "Nasabah sepertinya tak mau menanggung risiko kekurangan peralatan, sementara permintaan produk-produk komoditas semakin tinggi," kata Kurniawan.