KONTAN.CO.ID - JAKARTA. IBM menegaskan bahwa kecerdasan buatan (AI) akan menjadi perangkat krusial bagi perusahaan utilitas di Asia Tenggara dalam upaya mengejar target energi bersih 2030 yang semakin ambisius. Dalam paparannya, Arum Biswas, Strategic Engagements Leader IBM Consulting, Asia-Pacific, menyebut kawasan Asia Pasifik berada pada titik lonjakan kebutuhan listrik global, sehingga dibutuhkan pasokan energi yang aman, terjangkau, dan berkelanjutan. Teknologi, khususnya AI, disebut sebagai penggerak utama menuju ekosistem energi baru tersebut. Ia memaparkan hasil survei IBM terhadap sekitar 100 eksekutif utilitas global. Survei ini menunjukkan optimisme yang sangat kuat terhadap peran AI di industri energi: 88% responden meyakini AI akan memberikan keunggulan kompetitif yang terukur dalam tiga tahun ke depan, sementara 94% lainnya menilai AI akan menyumbang peningkatan pendapatan, terutama melalui model bisnis baru yang hanya bisa muncul berkat penerapan AI.
"Kita sedang bergerak menuju dunia yang membutuhkan jauh lebih banyak energi dalam bentuk listrik. Untuk memenuhi permintaan ini secara aman, terjangkau dan berkelanjutan, teknologi — termasuk AI — akan menjadi penggerak kunci,” ujarnya saat paparan di Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Baca Juga: Penyedia Cloud Global Memperkuat Investasi Infrastruktur AI di Indonesia Menurutnya, penerapan AI kini telah merentang di seluruh rantai nilai energi mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi hingga manajemen aset. Penggunaan terbesar berada pada workforce optimization, predictive maintenance, dan outage management. Namun area dengan potensi pertumbuhan terbesar adalah grid monitoring dan optimisasi, yang saat ini baru dimanfaatkan sekitar seperempat pelaku industri. IBM mencontohkan implementasi AI pada utilitas Australia yang mampu meningkatkan akurasi peramalan energi lebih dari 30% serta memangkas waktu penyusunannya hingga 90%. IBM juga tengah mengembangkan grid foundation model, sebuah model AI khusus kelistrikan yang dilatih menggunakan data jaringan listrik dari Amerika Utara dan Eropa. Model ini diproyeksikan mampu mendukung prediksi gangguan, load forecasting, vegetasi, hingga pemulihan pascabencana. Di sisi infrastruktur kritis, IBM menerapkan robot AI bersama National Grid di AS untuk inspeksi aset berisiko tinggi secara real-time, memadukan robotic AI dengan predictive maintenance untuk meningkatkan reliabilitas dan keselamatan operasional. Namun, IBM mengakui dua tantangan utama dalam adopsi AI: konsumsi energi pusat data yang meningkat dan kompleksitas integrasi AI dengan sistem warisan (legacy). Tantangan teknis ini diperkuat oleh hambatan sosial—kesiapan talenta, kualitas data, hingga kepercayaan regulator terhadap keandalan model.
Baca Juga: Adopsi AI di Indonesia Semakin Masif "IBM menekankan bahwa adopsi AI membutuhkan pondasi yang mencakup strategi, data, model, governance, change management, serta pengembangan keterampilan baru," sambungnya. Sementara itu, General Manager & Technology Leader IBM ASEAN, Catherine, menyampaikan bahwa Asia Tenggara memasuki masa kritis modernisasi energi. Pada Oktober lalu, ASEAN menyetujui target baru: 30% bauran energi terbarukan dan 45% kapasitas terpasang energi terbarukan pada 2030, menandai peningkatan agresif dalam kebijakan energi bersih kawasan. IEA memperkirakan Asia Tenggara akan menyumbang 25% pertumbuhan permintaan energi global pada 2035, hanya kalah dari India. Tekanan modernisasi pun tidak terhindarkan: utilitas harus memperbarui infrastruktur tua, mengintegrasikan energi terbarukan yang variatif, serta meningkatkan ketahanan jaringan di tengah risiko climate change dan populasi urban yang makin padat. Survei IBM di ASEAN menunjukkan pergeseran strategis: 57% CEO telah siap menerapkan AI agent dalam skala besar, sementara 61% menilai potensi produktivitas dari AI cukup besar hingga mereka bersedia mengambil risiko signifikan. Bahkan 37% CEO ASEAN meyakini investasi AI akan mempercepat inovasi secara drastis.
Baca Juga: Persaingan Ketat, Perusahaan Grup Telkom Ini Integrasikan AI dengan Otomatisasi AI diproyeksikan memberi dampak langsung berupa 10% peningkatan efisiensi energi, 10% peningkatan reliabilitas layanan, dan 11% percepatan waktu respons insiden, terutama melalui otomasi fault detection, drone inspection bertenaga AI, hingga smart grid control. IBM memaparkan sejumlah implementasi AI di sektor energi regional:
- Hibiscus Petroleum (Malaysia) menggunakan IBM Maximo untuk manajemen aset berbasis AI.
- Meralco PowerGen (Filipina) mengadopsi Maximo Application Suite untuk meningkatkan kontrol aset kritis.
- PLN Icon Plus (Indonesia) memanfaatkan Maximo untuk meningkatkan efisiensi dan reliabilitas operasi.
- Energy Market Company (Singapura) mengandalkan IBM Power untuk kinerja pasar listrik yang stabil.
- Cirebon Power (Indonesia) mengintegrasikan Maximo dalam proses keselamatan dan operasi pembangkit.
IBM juga menampilkan penerapan AI untuk inspeksi infrastruktur melalui drone yang dapat mendeteksi kerusakan, memprediksi pertumbuhan vegetasi di jaringan transmisi, serta menghasilkan peringatan dini melalui IoT dan analitik statistik. IBM menilai bahwa dengan meningkatnya risiko iklim, tuntutan elektrifikasi, dan infrastruktur yang menua, utilitas di Asia Tenggara tak lagi memiliki opsi selain mempercepat transformasi berbasis kecerdasan buatan. AI diyakini akan menjadi fondasi utama dalam menciptakan sistem energi yang lebih efisien, andal, aman, dan tahan terhadap berbagai tekanan eksternal. “Adopsi AI bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan strategis. AI meningkatkan efisiensi, memperkuat keandalan, dan mendukung komitmen keberlanjutan yang kini menentukan daya saing industri energi,” pungkas Catherine.
Baca Juga: Adopsi AI Indonesia Melonjak, Pendapatan Aplikasi dengan Fitur AI Melesat 127% Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News