IBPA: Penerbitan obligasi daerah tidak mudah, tapi potensinya besar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses penerbitan obligasi daerah harus diakui tidak mudah dan masih membutuhkan waktu tertentu. Namun, instrumen ini tetap memiliki potensi yang besar dari sisi nilai kegunaan bagi pemerintah daerah (pemda) maupun dari sisi investasi.

Sebagai informasi, pemda Kalimantan Selatan baru-baru ini menyatakan ketertarikannya untuk menerbitkan obligasi daerah. Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut, Jawa Timur dan Jawa Barat sebagai provinsi yang sudah berencana menerbitkan instrumen tersebut.

Direktur Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Wahyu Trenggono menyampaikan, kendati punya potensi besar sebagai alternatif pembiayaan pembangunan daerah, proses penerbitan obligasi daerah harus diakui tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat. “Sampai sekarang belum ada pemda yang benar-benar mencatatkan obligasi daerah di bursa,” kata dia ketika ditemui Kontan.co.id, Jumat (15/2).


Salah satu penyebabnya adalah seluruh perangkat pemda masih berupaya memahami peraturan penerbitan obligasi daerah yang notabene baru dirilis akhir 2017 lalu oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Proses penerbitan obligasi daerah juga terbilang ketat. Hal ini lantaran pemda mesti berkoordinasi dahulu dengan DPRD setempat, pemerintah pusat, Kementerian Keuangan, hingga OJK sebelum menerbitkan instrumen tersebut.

Selain itu, pemerintah daerah juga mesti menyiapkan infrastruktur administrasi yang menunjang penerbitan instrumen tersebut. Pemerintah daerah juga harus memastikan bahwa nilai penerbitan obligasi daerah tidak melebihi nilai pendapatan asli daerah atau alokasi dana hibah yang didapat dari pemerintah pusat.

Proyek yang dibiayai oleh obligasi daerah pun harus dapat menjaga arus kas sekaligus mendatangkan pendapatan bagi pemda. “Pendapatan dari proyek ini yang nantinya jadi jaminan bahwa pemda sanggup melunasi obligasinya,” sebut Wahyu.

Dari situ ia menyebut, kondisi perekonomian suatu provinsi akan sangat mempengaruhi kemampuan pemda yang bersangkutan untuk menerbitkan obligasi daerah.

Ketatnya persyaratan penerbitan obligasi daerah bukan tanpa alasan. Hal ini mengingat pemda memiliki wewenang yang lebih terbatas dibandingkan pemerintah pusat dalam mengelola obligasi.

Dalam hal ini, pemerintah pusat dapat melakukan pinjaman luar negeri hingga mencetak uang untuk membayar pokok dan bunga obligasinya, sehingga risiko gagal bayar bisa diminimalisir. “Risiko gagal bayar yang ditanggung pemda lebih besar, makanya proses penerbitan obligasi daerah juga lebih ketat,” ungkap Wahyu.

Karena belum ada obligasi daerah yang terbit, Wahyu mengaku belum bisa memperkirakan secara pasti potensi kupon yang bisa diperoleh investor dari instrumen tersebut.

Namun, obligasi daerah tetap prospektif bagi para investor. Jika berkaca dari ketatnya proses penerbitan, obligasi daerah di atas kertas bisa mendapat peringkat utang yang tinggi karena tingkat keamanan yang lebih terjamin.

“Bisa saja kuponnya akan lebih tinggi dari yield SUN tapi dengan kualitas yang lebih baik daripada obligasi korporasi,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati