JAKARTA. Satu lagi kongsi pengusaha yang berminat membangun smelter (pabrik pengolahan mineral) di Tanah Air. Kemarin, Ibris Nickel Pte. Ltd meneken nota kesepahaman atawa memorandum of understanding (MoU) dengan Yong-Xing Alloy Materials Technology Taizhou Co Ltd. Mereka berniat membangun smelter nickel pig iron di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Ibris Nickel merupakan perusahaan pertambangan yang berbasis di Singapura. Di Indonesia, Ibris mulai beroperasi pada tahun 2010 dan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Arwan Ahimsa, Direktur dan Chief Executive Officer (CEO) Ibris Nickel, mengatakan, anggaran investasi proyek smelter ini mencapai sekitar US$ 1,8 miliar (Rp 17,6 triliun dengan kurs US$ 1= Rp 9.800). Tahap awal, Ibris akan membangun dua unit pengolahan (train) sebagai pilot project. "Total train di smelter yang akan kami bangun mencapai 40 unit," kata dia usai penandatangan MoU, kemarin.
Arwan menambahkan, smelter tersebut membutuhkan pasokan bahan baku bijih nikel sebanyak 6 juta ton sampai 8 juta ton per tahun. Adapun produk akhir yang dihasilkan berupa nickel pig iron (bahan baku stainless steel) dengan kadar nikel 8% sebanyak 600.000 ton per tahun. Seluruh produksi nickel pig iron dari smelter ini bakal diekspor ke China. "Di sana akan diolah lagi menjadi feronikel," kata dia. Sebagai tahap lanjut MoU ini, Ibris Nickel dan Yong-Xing akan membentuk perusahaan patungan sebagai pengelola smelter tersebut. Ibris Nickel akan menguasai 51% saham usaha patungan itu, sementara Yong-Xing memiliki 49%. "Di masa mendatang, kami akan mengajak perusahaan lain bergabung dalam konsorsium supaya pembiayaan lebih ringan," ujarnya. Arwan menjelaskan, pembangunan dua train pilot project itu akan segera digelar dan membutuhkan waktu delapan bulan. Alhasil, awal tahun 2014, dua unit train tersebut sudah siap beroperasi alias comissioning. Kapasitas produksi nickel pig iron dua train tersebut masing-masing 15.000 ton per tahun. Menurut Arwan, setelah pengoperasian dua unit train berjalan baik, pihaknya akan melanjutkan pembangunan 38 train berikutnya. Jangka waktu pembangunan 38 unit train tersebut sekitar empat tahun. "Kami sudah menyiapkan areal untuk kompleks smelter dengan luas sekitar 40 hektare (ha) di sekitar lokasi pertambangan nikel kami," kata dia. Pasokan bahan baku Sekadar informasi, sebenarnya Ibris Nickel memiliki sekitar enam IUP pertambangan nikel. Namun hingga saat ini baru IUP milik anak usahanya yang bernama PT Stargate Pasific Resources yang sudah berproduksi. Lokasi pertambangan nikel tersebut berada di Konawe, Sulawesi Tenggara. Adapun anak usaha Ibris lainnya, PT Celebes Pacific Resources, masih menggelar eksplorasi nikel. Produksi nikel dari Stargate Pacific akan menjamin bahan baku ke smelter tersebut. Targetnya, Stargate Pacific memasok bijih nikel sebanyak 4 juta ton per tahun. Sebagai gambaran, smelter ini akan membutuhkan total bijih nikel berkisar antara 6 juta-8 juta ton per tahun. "Kekurangannya, kami akan bekerjasama dengan beberapa IUP lain di Konawe Utara untuk dapat menyuplai bijih nikel ke smelter," kata Arwan. Zong Yi Zheng, Chief Executive Officer (CEO) Yong-Xing Alloy Materials Technology Taizhou Co Ltd, mengatakan, pembangunan smelter di Konawe Utara ini merupakan proyek pertamanya di Indonesia. Selain membangun smelter, Yong-Xing akan membangun pembangkit listrik berkapasitas 40 Megawatt untuk memenuhi kebutuhan listrik di smelter itu. Boks
Indonesian Mining Association (IMA) menyatakan hilirisasi mineral untuk komoditas tembaga tidak akan memberikan pendapatan yang signifikan bagi pemerintah pada tahun 2014. Untuk itu, kumpulan perusahaan tembaga bakal tetap menolak membangun unit pengolahan dan pemurnian (smelter) tahun depan. Martiono Hadianto, Ketua Umum IMA sekaligus Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) mengatakan, biaya untuk membuat konsentrat tembaga menjadi metal memerlukan biaya yang tidak sedikit. Alhasil, investasi untuk membangun smelter tembaga sekarang ini masih tergolong tidak ekonomis. Ia memisalkan, biaya untuk memproduksi satu ton konsentrat US$ 20 per ton atau senilai 95% dari total harga metal. Nah, untuk meningkatkan tambahan 5%-nya, pihaknya mesti mengeluarkan investasi minimal setengah dari harga pembuatan konsentrat. "Masa untuk jadikan produksi metal biayanya US$ 10 per ton," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini