ICP bukan faktor utama pengaruhi subsidi minyak



JAKARTA. Realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) di tahun 2013 lalu tak sesuai perkiraan pemerintah. Dalam Anggaran Pendapatan dan belanja negara Perubahan (APBN-P) tahun 2013, pemerintah menargetkan ICP sebesar US$ 108 per barrel, sementara realisasinya hanya sebesar US$ 105 per barrel.

Menurut Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, tahun 2014 harga minyak dunia diperkirakan akan stabil. Sebab, Ia menduga tidak akan terjadi gejolak seperti kejadian yang mengganggu keamanan di Timur Tengah, yang membuat harga minyak melonjak tahun 2014. Selain itu, Bambang melihat pasokan minyak dunia tidak akan mengalami gangguan.

Namun, faktor yang cukup penting menurut Bambang adalah semakin gencarnya gerakan revolusi minyak dan gas di berbagai negara. Hal itu akan membuat banyak pilihan penggunaan energi selain minyak bumi dan gas. “Relatively, (harga minyak) akan stabil, tidak akan melonjak,” ujarnya, Rabu (15/1) di Jakarta.


Kalaupun ternyata tahun 2014 realisasi ICP kembali meleset, Bambang bilang, hal itu tidak akan mempengaruhi terlalu signifan terhadap subsidi minyak. Sebab, menurut bambang, hanya ada dua hal yang saat ini lebih mempengaruhi subsidi minyak. Pertama, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Menurutnya, kalau kurs mata uang rupiah meleset pasti subsidi juga akan meleset. Alasannya karena minyak yang digunakan untuk menutupi kekurangan konsumsi dalam negeri diperoleh melalui impor. Nah, karena impor maka kondisi nkurs akan sangat menentukan.

Faktor kedua, pemerintah lebih memperhatikan kondisi lifting minyak dan gas bumi. Nah, lifting inilah yang menentukan seberapa besar kebutuhan minyak harus dipenuhi dari impor. Semakin rendah liftingnya, akan membuat impornya semakin tinggi. Akibatnya subsidi yang ditanggung juga lebih besar. “Jadi, saya melihat dua variabel itu saja,” tegas Bambang.

Seperti diketahui, realisasi subsidi energi pemerintah tahun 2013 meleset dari APBN-P. Dalam APBN-P 2013, pemerintah menargetkan anggaran untuk subsidi energi sebesar Rp 299,8 triliun, sementara realisasinya mencapai Rp 310 triliun. Salah satu penyebabnya adalah karena melebarnya realisasi kurs rupiah terhadap Dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan