ICW meminta Mahkamah Agung buat pedoman pemidanaan korupsi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesian Corruption Watch meminta Mahkamah Agung membuat pedoman pemidanaan korupsi.

Peneliti ICW Lalola Easter mengatakan, pedoman pemidanaan korupsi dibutuhkan, sebab dari hasil riset ICW sepanjang 2017, vonis yang diberikan kepada terdakwa korupsi tergolong ringan.

"Selama ini, kalau membaca putusan-putusan perkara korupsi, tak ada variabel kuantitatif mengapa vonis diperingan, atau sebaliknya," jelas Lola kepada Kontan.co.id seusai jumpa pers di Kantor ICW, Kamis (3/4).


Selama ini, kata Lola, pertimbangan hakim untuk meringankan vonis hanya berkutat dalam soal: usia terdakwa masih muda, memiliki keluarga, tak pernah melakukan tindak pidana sebelumnya. Atau hal lainnya yang dinilai Lola tak substansial.

Sebaliknya, ia mencontohkan pengadilan dapat menilai dari soal kerugian negara yang ditimbulkan atas perbuatan terdakwa, posisi terdakwa sebagai pejabat publik guna mengukur berapa tepatnya vonis bisa dilakukan.

"Sudah sepatutnya Mahkamah Agung membentuknya pedoman soal pemidanaan korupsi," kata Lola.

Dalm riset yang dilakukan ICW atas vonis kepada terdakwa korupsi sepanjang 2017 dengan 1.249 perkara korupsi dan 1.381 terdakwa, diketahui bahwa vonis kepada terdakwa koruptor masihlah ringan, dengan rata-rata vonis penjara selama dua tahun dua bulan.

Dalam paparannya, ICW membagi tiga kategori vonis, ringan (1 tahun-4 tahun) , sedang (>4 tahun-10 tahun), dan berat (>10 tahun). Hasilnya ada 1.127 terdakwa (81,61%) divonis ringan, 169 terdakwa (12,24%) divonis sedang, dan 4 terdakwa (0,29%) divonis berat.

Sisanya, 35 terdakwa (2,53%) divonis bebas, 45 terdakwa (3,26%) tak teridentifikasi vonisnya, dan 1 terdakwa (0,07%) divonis lantaran adanya cacat formal dalam dakwaan jaksa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi