KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Ketua Mahkamah Agung (MA) selektif dalam menentukan komposisi majelis yang akan menyidangkan setiap kasus korupsi, baik tingkat kasasi maupun peninjauan kembali. Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial mengawasi proses jalannya persidangan di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali. "Majelis Hakim di Mahkamah Agung harus menolak seluruh permohonan Peninjauan Kembali dari para terpidana kasus korupsi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/12).
Pasalnya, terdapat putusan MA yang dinilai publik malah memperingan hukuman koruptor. Hal ini terbukti pada survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan ICW pada Oktober tahun lalu, di mana MA mendapatkan kurang dari 70% dari sisi kepercayaan publik. Setidaknya ada 2 (dua) data menarik yang dapat dijadikan acuan untuk sampai pada kesimpulan tersebut.
Baca Juga: ICW dorong adanya penyelidikan lanjutan terhadap eks dirut Garuda Indonesia Pertama, vonis ringan memang sudah menjadi tren di MA. Catatan ICW sepanjang tahun 2018 rata-rata vonis untuk terdakwa korupsi hanya menyentuh angka 2 tahun 5 bulan penjara. Kedua, untuk tingkat Peninjauan Kembali (PK) pun sama, sejak tahun 2007 sampai 2018 setidaknya 101 narapidana korupsi telah dibebaskan oleh MA. Tidak hanya itu, tahun 2019 saja setidaknya ada 2 (dua) putusan kontroversial dari lembaga peradilan terhadap terdakwa kasus korupsi. Pertama, vonis lepas terdakwa kasus BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung - mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional - pada tingkat kasasi. Kedua, vonis bebas terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Sofyan Basir – mantan Direktur PLN - pada persidangan tingkat pertama. Berbagai rentetan vonis ringan kepada pelaku korupsi di tingkat MA sebenarnya tidak bisa serta merta dipisahkan begitu saja dari faktor pensiunnya Hakim Agung Artidjo Alkostar pada tahun 2018 lalu.
ICW mencatat setidaknya tujuh terpidana telah diganjar vonis ringan pada tingkat PK dan 5 (lima) terdakwa divonis lebih rendah pada tingkat kasasi pasca Artidjo purna tugas.
Baca Juga: ICW sebut seharusnya Dirut Garuda Indonesia dipecat secara tidak hormat Terdapat fenomena baru di mana terpidana korupsi berbondong-bondong mencoba peruntungan dengan mengajukan PK pasca Artidjo pensiun. Terhitung untuk saat ini setidaknya 23 terpidana kasus korupsi yang ditangani KPK sedang berproses pada tingkat PK di MA. "Jadi, melihat kondisi seperti ini menjadi mudah bagi publik untuk membangun teori kausalitas (sebab-akibat) antara pensiunnya Artidjo dengan maraknya vonis ringan dan narapidana kasus korupsi mengajukan upaya hukum PK," ucap dia.
Editor: Yudho Winarto