JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tidak ada keinginan dari lembaga penegak hukum untuk menyelesaikan kasus penggelapan pajak Asian Agri dengan dugaan kerugian mencapai Rp 1,4 triliun. Indikasi ketidakseriusan tersebut bisa dilihat dari bolak-baliknya berkas perkara antara Kejaksaan Agung dan Ditjen Pajak.Peneliti hukum ICW Firdaus Ilyas menegaskan bahwa tak kunjung tuntasnya berkas perkara tersebut dikarenakan ada kepentingan politik yang lebih besar dari kasus tersebut. "Ada sesuatu yang besar yang ada di belakang kasus Asian Agri tersebut. Kepentingan politik di belakang kasus tersebut, sangat besar. Sehingga tidak aneh, ada indikasi pemerintah tidak mau menuntaskan kasus tersebut,” kata Firdaus kala dihubungi.Ia bilang, jika memang ada niatan menuntaskan kasus itu, Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum harus melakukan gelar perkara ulang yang dilakukan secara terbuka. Ini dilakukan agar tidak ada tudingan penanganan perkara jalan ditempat. "Satgas dapat meminta adanya gelar kasus terbuka, dan KPK dapat mensupervisi kasus tersebut,” tegasnya.Bagi ICW, tegas Firdaus, tuntasnya kasus Asian Agri akan menjadi bukti bahwa Satgas memang serius mengawasi kasus itu. ”Kalau kasus Asian Agri saja, tidak bisa dituntaskan, bagaimana bisa menyelesaikan kasus pengemplangan pajak Grup Bakrie?,” tegasnya. Dari 21 berkas perkara tersebut, tersangkanya terdiri dari 10 tersangka. Ke-10 tersangka tersebut, terdiri dari tujuh orang direksi, dan tiga orang pengurus. Pasal yang disangkakan yaitu Pasal 39 UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan). Seperti diketahui, Ditjen Pajak mulai menangani kasus Asian Agri pada Januari 2007. Meski sudah ditangani sejak 2007, namun pelimpahan kasus tersebut ke pengadilan, tidak juga terlaksana.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
ICW: Pemerintah Tak Serius Tuntaskan Asian Agri, Apalagi Kasus Pajak Grup Bakrie
JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tidak ada keinginan dari lembaga penegak hukum untuk menyelesaikan kasus penggelapan pajak Asian Agri dengan dugaan kerugian mencapai Rp 1,4 triliun. Indikasi ketidakseriusan tersebut bisa dilihat dari bolak-baliknya berkas perkara antara Kejaksaan Agung dan Ditjen Pajak.Peneliti hukum ICW Firdaus Ilyas menegaskan bahwa tak kunjung tuntasnya berkas perkara tersebut dikarenakan ada kepentingan politik yang lebih besar dari kasus tersebut. "Ada sesuatu yang besar yang ada di belakang kasus Asian Agri tersebut. Kepentingan politik di belakang kasus tersebut, sangat besar. Sehingga tidak aneh, ada indikasi pemerintah tidak mau menuntaskan kasus tersebut,” kata Firdaus kala dihubungi.Ia bilang, jika memang ada niatan menuntaskan kasus itu, Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum harus melakukan gelar perkara ulang yang dilakukan secara terbuka. Ini dilakukan agar tidak ada tudingan penanganan perkara jalan ditempat. "Satgas dapat meminta adanya gelar kasus terbuka, dan KPK dapat mensupervisi kasus tersebut,” tegasnya.Bagi ICW, tegas Firdaus, tuntasnya kasus Asian Agri akan menjadi bukti bahwa Satgas memang serius mengawasi kasus itu. ”Kalau kasus Asian Agri saja, tidak bisa dituntaskan, bagaimana bisa menyelesaikan kasus pengemplangan pajak Grup Bakrie?,” tegasnya. Dari 21 berkas perkara tersebut, tersangkanya terdiri dari 10 tersangka. Ke-10 tersangka tersebut, terdiri dari tujuh orang direksi, dan tiga orang pengurus. Pasal yang disangkakan yaitu Pasal 39 UU KUP (Ketentuan Umum Perpajakan). Seperti diketahui, Ditjen Pajak mulai menangani kasus Asian Agri pada Januari 2007. Meski sudah ditangani sejak 2007, namun pelimpahan kasus tersebut ke pengadilan, tidak juga terlaksana.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News