ICW: PPKM darurat jangan ada babak baru korupsi bansos



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) mewanti-wanti terjadinya kasus korupsi Bantuan Sosial (Bansos) saat PPKM darurat. Baik itu berupa pemberian bansos tunai dan bantuan usaha yang sangat rentan disalurkan tidak tepat sasaran.

Alasannya karena sering kali terjadi persoalan pemutakhiran data, penerima ganda juga petty corruption dalam bentuk pungli dan pemotongan bansos juga masih bermunculan. Selain itu, juga Potensi korupsi Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pun masih tinggi, mengingat pemda umumnya menyalurkan bantuan dalam bentuk barang, seperti sembako, masker, dan obat-obatan.

Untuk itu ICW meminta agar regulasi pengadaan darurat perlu dilengkapi dengan mekanisme yang lebih menjamin agar penyedia yang ditunjuk oleh (Panitia Pemilihan Kecamatan) PPK tidak ditunjuk berdasarkan nepotisme, melainkan rekam jejaknya dalam menyediakan barang sejenis atau terdaftar dalam e-katalog.


“ICW sepakat bahwa program bansos perlu ditingkatkan, khususnya di tengah PPKM darurat, namun perlu ada mitigasi korupsi. Korupsi pengadaan dapat dimitigasi dengan mengefektifkan peran pengawas internal dan mengaktifkan pengawasan masyarakat yang diawali dengan keterbukaan informasi terkait program-program pemerintah, berikut informasi pengadaan dan realisasinya. Sedangkan untuk menghindari dan menangani petty corruption, perlu dibuat mekanisme komplain yang lebih efektif dan berkelanjutan,” tulis ICW dalam rilisnya. 

Baca Juga: Hingga saat ini BLT sudah disalurkan ke 5 juta keluarga

Seperti yang sudah diketahui, ancaman korupsi penanganan Covid-19 kembali mengingatkan pada kasus suap pengadaan paket bansos sembako senilai Rp. 6,8 triliun di Kementerian Sosial yang melibatkan Menteri Sosial Juliari P. Batubara yang tengah memasuki babak panas baru.

ICW mengatakan, salam persidangan yang digelar beberapa waktu lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebut bahwa Juliari bersama dengan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ditunjuknya serta pejabat lain telah menerima suap sebesar Rp 32,48 miliar dari 109 penyedia.

Uang suap tersebut setara dengan Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk lebih dari 108.000 penerima atau Kartu Sembako untuk lebih dari 162.000 warga miskin dan rentan. Kerugian warga juga diduga lebih besar karena bisa jadi bansos yang diterima warga tak hanya dikurangi uang suap, melainkan juga pengambilan keuntungan yang tak wajar.

Terlebih lagi apabila penyedia bansos yang ditunjuk Kemensos melakukan subcon kepada perusahaan lain. Dari satu kasus korupsi bansos, kerugian warga sudah begitu besar. Belum lagi dari kasus lain, seperti suap bansos sembako di Bandung Barat yang melibatkan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna. ICW juga mencatat bahwa sepanjang 2020 sedikitnya terdapat 107 kasus korupsi bansos di 21 daerah.

Selanjutnya: Kasus Covid-19 melonjak, pemerintah kembali refocusing anggaran Rp 32 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .