ICW: RUU Tipikor baru lebih lemah



JAKARTA. Pemerintah sedang menyiapkan revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Kini draf RUU Tipikor yang baru masih dalam pembahasan pemerintah.

Meski perjalanan draf itu masih panjang, Indonesian Corruption Watch (ICW) sudah mencium RUU Tipikor yang baru justru lebih lemah ketimbang beleid lama. "Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan RUU Tipikor ini akan menjadi ancaman bagi upaya pemberantasan korupsi dan nyaris menghilangkan semangat luar biasa dalam pemberantasan korupsi," ujar Donal Fariz, peneliti hukum ICW, Minggu (27/3).

Donal mengatakan, sejumlah pasal di RUU Tipikor tersebut justru lebih lemah dan kompromistis dibanding UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidadana Korupsi yang berlaku sekarang. ICW mencatat ada beberapa ketentuan dalam RUU Tipikor yang melemah bahkan menghilang dibandingkan beleid yang saat ini berlaku.


Pertama, menghilangkan ancaman hukuman mati bagi pelaku korupsi. Kedua, menghilangkan ancaman hukuman minimal di sejumlah pasal. ICW menemukan tujuh pasal di RUU Tipikor yang tidak mencantumkan ancaman hukuman minimal. "Seperti penggelapan dana bencana alam, pengadaan barang dan jasa tanpa tender, konflik kepentingan, pemberi gratifikasi dan pelaporan yang tidak benar tentang harta kekayaan," jelas Donal.

Ketiga, ICW menemukan ada pasal dalam RUU Tipikor yang potensial mengkriminalisasi pelapor kasus korupsi. Keempat, korupsi dengan kerugian negara kurang dari Rp 25 juta bisa dilepas dari penuntutan hukum. Meskipun dalam klausul tersebut disebutkan pelepasan dari penuntutan hanya dilakukan setelah uang dikembalikan dan pelaku mengaku bersalah.

Tapi Donal menilai, hal ini tetap saja sebagai bentuk sikap kompromi terhadap koruptor. "Di pedesaaan misalnya, korupsi Rp 25 juta sangat merugikan masyarakat jika itu berbentuk korupsi pupuk, beras, jaminan kesehatan, dan korupsi kecil lainnya. Ini dikhawatirkan akan membuat korupsi kecil-kecilan akan semakin marak," ujarnya.

Kelemahan lain, menurut ICW, kewenangan penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak disebutkan secara jelas dalam RUU tersebut. Padahal di beleid sekarang, posisi KPK sebagai penyidik korupsi disebutkan secara tegas. ICW melihat, pasal ini berpotensi membonsai kewenangan penuntutan KPK.

Jangan memperlemah

Sementara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) M. Amari menyatakan RUU Tipikor yang baru ini tidak akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Ia bilang, RUU baru malah akan diperluas cakupannya.

Kalau dalam UU Tipikor yang ada saat ini hanya mengatur tentang penindakan terhadap tindak pidana korupsi, dalam RUU Tipikor yang baru, akan diperkuat juga mengenai pencegahan tidak pidana korupsi. Sanksi untuk pencegahan korupsi pun juga ada. "Jadi RUU ini justru lebih sempurna," kata Amari.

Haryono Umar Wakil Ketua KPK mengatakan jika memang terdapat revisi terhadap UU Tikipor, seharusnya lebih memperjelas persoalan yang masih rancu selama ini.

Ia mencontohkan pengaturan tentang gratifikasi. Untuk yang lainnya, menurut Haryono, tak ada lagi yang patut untuk direvisi. Dia juga berharap RUU Tipikor tak melemahkan kinerja KPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini