Idea setuju regulasi yang mengatur e-commerce



JAKARTA. Pelaku bisnis mendukung penuh rencana pemerintah merilis aturan soal e-commerce. Daniel Tumiwa, Ketua Indonesia E-commerce Asociation (Idea), mendukung penuh kehadiran Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Sebab, konsumen saat ini belum benar-benar fasih mengenal e-commerce. “Prinsipnya, kami setuju bahwa bisnis ini harus punya standar proteksi yang kuat. Tujuannya, agar keamanan bertransaksi kian terjamin,” ujarnya. 

Daniel bercerita, tiap dua pekan sekali pemerintah mengundang asosiasi e-commerce untuk berdiskusi dan meminta masukan dalam penyusunan ketentuan mengenai e-commerce. Sebagian masukan itu: pelaku e-commerce wajib mendaftarkan diri dan meregistrasi nomor telepon. Pelaku e-commerce juga harus memiliki customer service, jaminan uang kembali, dan jaminan barang bisa ditukar jika tak sesuai dengan ekspektasi pembeli.

Beleid baru ini penting karena aturan yang ada sekarang yakni PP Nomor 82 Tahun 2012 membingungkan pelaku bisnis, karena memasukkan e-commerce sebagai layanan publik. Padahal, definisi layanan publik  sudah jelas dalam Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. “Kalau dikategorikan sebagai layanan publik, bisnis model e-commerce bisa terpengaruh,” kata Daniel. 


Daniel mencontohkan iklan baris yang menjual sepeda motor bekas. Kalau masuk dalam layanan publik, nanti penjualnya harus memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan lainnya. “Padahal, spirit e-commerce, kan, tidak seperti itu,” ujar Daniel menegaskan. 

Selain itu, Daniel berharap pemerintah menyiapkan regulasi khusus untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Maksudnya, meski tidak ada insentif bagi pelaku e-commerce lokal, pemerintah harus memikirkan cara melindungi konsumen dan pelaku pasar dalam negeri, misalnya, dari Amazon dan pelaku e-commerce asing lainnya.

“Boleh saja mereka jual buku di Indonesia tapi harus menggunakan sistem pembayaran yang ada di indonesia, harus menggunakan mata uang rupiah, memiliki status perseroan terbatas (PT), serta pembayaran menggunakan bank yang ada di Indonesia,” pinta Daniel.

Jika pelaku e-commerce asing tidak mau ikut aturan itu, mereka tetap boleh berniaga. Tapi, mereka menjadi pelaku usaha e-commerce asing dengan perlakuan bea dan cukai yang seharusnya dibedakan.

Dan, meski ada aturan dari pemerintah, Daniel menambahkan, pemerintah memberikan kewenangan self regulation bagi pelaku bisnis online. Contoh, terkait pengaturan dan pembuatan kode etik, menentukan payment system, dan sistem keamanan transaksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Amal Ihsan