Identitas tunggal nasabah pasar modal



JAKARTA. Aktivitas investor bertransaksi di pasar saham semakin ketat. Setelah kewajiban membuat sub-rekening efek atau rekening dana investor (RDI), nasabah juga wajib memiliki nomor tunggal identitas pemodal alias single investor identification. Tanpa nomor identitas tunggal, investor dilarang bertransaksi saham mulai 31 Agustus 2012 mendatang

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nomor 326/2012 tentang sub-rekening efek dan Nomor 327/2012 tentang nomor tunggal identitas pemodal. Secara resmi, kebijakan itu muncul per 14 Juni lalu.

Sesuai beleid itu, pembuatan nomor identitas wajib terlaksana saat pembuatan RDI oleh perusahaan efek yang bersangkutan. Pembuatan nomor identitas berlangsung di satu tempat, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia.


Dalam aturan itu, Nurhaida, Ketua Bapepam-LK, menyatakan nomor identitas ini penting untuk melindungi nasabah. Dengan nomor itu, nasabah bisa mengakses secara langsung perkembangan rekening efek, sehingga bisa memonitor mutasi, saldo efek, hingga dana yang tersimpan.

Nomor identitas tunggal juga penting untuk pengawasan. Ini bisa mencegah praktik goreng-menggoreng saham oleh nasabah. Selain itu, bisa mencegah transaksi-transaksi mencurigakan. "Ini untuk menciptakan transparansi pemilikan saham dan perdagangannya," katanya.

Yanuar Rizky, Pengamat Pasar Modal, mendukung kebijakan ini. Soalnya, dua hal ini merupakan prosedur standar pasar modal di banyak negara.

Namun, ia menilai pelaksanaan aturan ini terlalu terlambat. "Seharusnya, sejak pasar modal berdiri, nasabah wajib memiliki sub-rekening efek dan nomor identitas tunggal," jelas Yanuar, Minggu (17/6).

Soalnya, dua hal itu penting demi kemajuan industri pasar modal. Transparansi bakal tercipta, pengawasan lebih optimal, sehingga perkembangan industri pun semakin sehat.

Hanya saja, Yanuar yakin, penerapan kebijakan ini bakal menuai hambatan. Sama seperti kebijakan pembentukan sub-rekening efek, banyak perusahaan sekuritas yang menentangnya. "Karena, praktik transaksi saham remang-remang masih banyak terjadi," kata Yanuar.

Namun ia berharap, otoritas harus tegas menerapkan kebijakan ini. Jangan memberikan kesempatan ke perusahaan tertentu melanggar aturan tersebut.a

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: