IDI Siapkan Gugatan Uji Materiil ke MK Jika RUU Kesehatan Tetap Disahkan



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Tinggal selangkah lagi, Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan akan disahkan DPR.

Pemerintah dan DPR telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan pada rapat pengambilan keputusan tingkat I di Komisi IX DPR.

Setelah disepakati dalam rapat tersebut, RUU Kesehatan akan dibawa pada rapat pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna DPR.


Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengatakan, belum ada urgensi dari Omnibus Law RUU Kesehatan. Ia meminta lebih baik mengoptimalkan penerapan regulasi terkait kesehatan yang ada saat ini.

Adib meminta pemerintah dan DPR tidak terburu-buru mengesahkan RUU Kesehatan. Sebab, menurutnya, regulasi akan bermanfaat jika dibuat berdasarkan kebutuhan yang ada di lapangan.

Namun, jika pemerintah dan DPR tetap mengesahkan RUU Kesehatan menjadi Undang-Undang, PB IDI bersiap menggugat Omnibus Law UU Kesehatan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“IDI bersama lima organisasi profesi dan dukungan dari koalisi masyarakat sipil sudah mempersiapkan pengajuan uji materi ke MK jika RUU (Kesehatan) ini tetap disahkan,” ujar Adib dalam konferensi pers virtual, Kamis (6/7).

Baca Juga: Akan Diparipurnakan, DPR Sebut RUU Kesehatan Bahas 12 Poin Transformasi Kesehatan

Adib mengatakan, pihaknya akan melihat terlebih dahulu substansi RUU Kesehatan yang disahkan menjadi undang-undang. Namun, dari draf RUU Kesehatan yang beredar, poin-poin uji materil yang akan diajukan merupakan poin yang menjadi perhatian PB IDI selama ini.

Diantaranya, terkait mandatory spending belanja kesehatan, aturan terkait produksi dan distribusi tenaga medis, tenaga kesehatan, dan teknologi biomedis terkait pengelolaan genom.

Terkait jumlah dokter, menurut Adib, suplai dokter berlebih akan berdampak pada kesejahteraan dokter turun, potensi konflik meningkat, dan profesi terdegradasi.

“Kalau ini dihilangkan mandatory spending sebagai komitmen negara di dalam APBN, APBD nya, ini pun juga akhirnya bisa bermasalah,” ucap Adib.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan menyampaikan, adanya RUU Kesehatan akan membuat transformasi kesehatan menjadi lebih baik ke depannya.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, salah satu hal yang ada dalam RUU Kesehatan adalah pengaturan mengenai wabah dan kejadian luar biasa (KLB). Penanganan wabah dan KLB nantinya akan dibagi dalam tiga fase.

Yakni fase kewaspadaan, fase penanganan, dan fase pasca kejadian wabah maupun KLB.

Nadia mengatakan, pemerintah dan DPR telah belajar dari pandemi Covid-19 untuk memobilisasi tenaga kesehatan dan masyarakat di luar dari sistem kesehatan yang ada. Misalnya, merekrut mahasiswa yang baru lulus untuk membantu dalam penanganan pandemi.

Kemudian, aturan mengenai pelayanan. Nadia menyebut, dalam RUU Kesehatan selama terjadinya wabah atau KLB, fasilitas pelayanan kesehatan baik milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun swasta wajib memberikan layanan terkait pelayanan wabah atau KLB.

“Kalau dulu aturannya belum tertulis, kadang-kadang mungkin waktu pandemi Covid-19 kita tau ada mungkin rumah sakit yang tidak mau menerima pasien Covid-19,” ujar Nadia.

Selain itu, Nadia menyatakan ada hak bagi orang yang terkena penyakit karena wabah atau KLB untuk mendapat layanan kesehatan dengan pembiayaan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Melalui RUU Kesehatan, kepala daerah juga dapat menetapkan wabah karena bisa saja skala wabah sifatnya hanya kabupaten/kota dan sebagainya.

“Di dalam RUU Kesehatan usulan mengenai pengaturan wabah dan kejadian luar biasa ini menjadi komprehensif,” ujar Nadia.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Panja RUU Kesehatan yang juga Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, pengesahan RUU Kesehatan menjadi undang-undang pada rapat paripurna DPR masih menunggu keputusan pimpinan DPR.

“Kita tunggu putusan pimpinan DPR RI dan pimpinan fraksi,” ujar Melki saat dikonfirmasi.

Sebelumnya, Melki menjelaskan, RUU Kesehatan memuat substansi yang mendukung penyelenggaraan transformasi sistem kesehatan. Diantaranya meliputi penguatan tugas dan tanggungjawab pemerintah dalam penyelenggaraan kesehatan, penguatan penyelenggaraan upaya kesehatan dengan mengedepankan hak masyarakat dan tanggungjawab pemerintah.

Kemudian, penguatan pelayanan kesehatan primer yang berfokus ke pasien. Serta meningkatkan layanan di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan kepulauan dan bagi masyarakat rentan. Pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan untuk kemudahan akses bagi masyarakat.

Lalu, penyediaan tenaga medis layanan kesehatan melalui peningkatan penyelenggaraan pendidikan spesialis/sub spesialis melalui sistem pendidikan dengan dua mekanisme dan lainnya.  "RUU tentang Kesehatan terdiri dari 20 BAB dan 458 pasal," ujar Melki.

Baca Juga: Masuk Endemi, Kemenkes: RUU Kesehatan Memuat Aturan Penanganan Wabah di Masa Depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat