IEA Memperkirakan Pasokan Minyak Surplus, Permintaan China Melemah di 2025



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan, pertumbuhan permintaan minyak China diperkirakan akan tetap lemah pada tahun 2025 meskipun ada langkah-langkah stimulus baru-baru ini dari Beijing, karena China menggunakan elektrifikasi pada armada mobilnya. Pertumbuhan ekonomi China yang melambat juga membuat permintaan minyak China tetap lemah.

Mengutip Reuters, Senin (21/10), Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengungkapkan, permintaan China, yang telah menyumbang lebih dari 60% dari pertumbuhan permintaan minyak global dalam dekade terakhir, sedang melambat.

"Perekonomian China yang tumbuh sekitar 4% atau lebih berarti China akan membutuhkan lebih sedikit energi," katanya di sela-sela konferensi Singapore International Energy Week.


Baca Juga: Permintaan China Melemah Bahkan Stimulus Tak Akan Mengerek Harga Minyak

Birol menambahkan, bahwa permintaan kendaraan listrik, yang telah menjadi kompetitif dari segi biaya dibandingkan mobil konvensional, akan terus tumbuh.

"Dampak stimulus belum sepenting yang diharapkan oleh beberapa pengamat pasar," kata Birol, mengacu pada pengumuman fiskal terbaru Beijing yang bertujuan untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi.

"Itu masih terbatas. Dan seperti yang kita lihat hari ini, akan sangat sulit untuk melihat peningkatan besar dalam permintaan minyak China."

Tonton: Banyak Dikelola Saudi Aramco, Ini 10 Ladang Minyak Paling Subur di Timur Tengah

Harga minyak global berkisar sekitar US$ 70 per barel setelah turun lebih dari 7% minggu lalu meskipun ketegangan geopolitik di Timur Tengah meningkat.

"Salah satu dari dua alasan mengapa kita melihat reaksi yang tidak jelas pada harga minyak adalah bahwa permintaan lemah tahun ini dan ekspektasi bahwa permintaan akan lemah tahun depan," kata Birol.

Ia mencatat bahwa permintaan minyak China akan tetap datar tahun ini jika bukan karena petrokimia.

Baca Juga: CEO Saudi Aramco Cukup Optimistis pada Permintaan Minyak China

Faktor lain yang membatasi harga minyak adalah kenaikan pasokan dari produsen non-OPEC - AS, Kanada, Brasil, dan Guyana - yang lebih tinggi daripada pertumbuhan permintaan minyak global.

Ketika ditanya apakah ia mengharapkan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) untuk menghentikan pemotongan produksi pada tahun 2025, Birol mengatakan keputusan itu ada di tangan OPEC.

"Yang saya lihat adalah akan ada surplus minyak tahun depan di pasar jika tidak ada perubahan besar dalam konteks geopolitik," katanya.

Selanjutnya: CIMB Niaga Akan Gelar Kejar Mimpi Goes to School Serentak di 35 Sekolah di Indonesia

Menarik Dibaca: Daftar Top Film Netflix Hari Ini (21/10), Dipenuhi Banyak Film Indonesia

Editor: Herlina Kartika Dewi