IESR: Baru Dua dari Empat Bank Besar Indonesia yang Batasi Kredit ke Sektor Batubara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporan terbarunya berjudul “Indonesia Sustainable Finance Outlook 2023” yang dipublikasikan Oktober 2022 mengungkapkan saat ini baru dua bank dari empat bank besar di Indonesia yang mengumumkan langkah-langkah untuk membatasi alokasi kredit ke sektor pertambangan. 

Dalam kajian tersebut menjelaskan pada Mei 2022 Bank BRI mengumumkan akan menghentikan alokasi kredit ke sektor bahan bakar fosil dan akan mempertahankan porsinya dalam portofolio kredit sektor bahan bakar fosil di bawah 3% yang terdiri dari perjanjian kredit yang ada. 

Menurut studi IESR, dari Rp 177,6 triliun dari total portofolio kredit korporasi Bank BRI pada kuartal I 2022, sebanyak 3% disalurkan ke batubara atau setara dengan Rp 5,3 triliun.


Baca Juga: APBI Sebut Permintaan Batubara dari Pasar Eropa Meningkat

Bank Negara Indonesia (BNI) juga mulai membatasi alokasi kredit ke sektor pertambangan dan melaporkan bahwa alokasi kredit untuk sektor tersebut pada kuartal I 2022 hanya sebesar 3,23% dari total portofolio kredit, atau setara dengan Rp 19,1 triliun dari jumlah portofolio kredit korporasi yang senilai Rp 193,2 triliun. 

Dalam kajian IESR tercatat juga sejak 2018-2021 pendanaan bank ke sektor batubara menunjukkan penurunan. Tetapi selama periode tersebut, empat bank besar masih mengucurkan pendanaan ke sektor batubara dengan total Rp 93,6 triliun. 

Di dalam kajian tersebut dijelaskan, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI, dan Bank BCA masih membiayai sektor batubara melalui pinjaman dan penjaminan emisi mulai Oktober 2018 hingga November 2021. 

Bank Mandiri menduduki peringkat pertama sebagai pemodal batubara tertinggi, dengan total pinjaman dan penjaminan Rp 69,3 triliun sepanjang 2018-2020 dan Rp 60,1 triliun sepanjang 2019-2021.

Dibandingkan kedua periode yakni 2018-2020 dan 2019-2021, pembiayaan batubara melalui pinjaman dan penjaminan oleh Mandiri, BNI, dan BRI mengalami penurunan, sedangkan pembiayaan batubara oleh BCA menunjukkan peningkatan sebesar Rp 4,6 triliun. 

Antara 2016 sampai 2020, pemberi pinjaman terbesar untuk industri batubara adalah Bank BRI senilai Rp 98,91 triliun, diikuti oleh Bank Mandiri (Rp 83,14 triliun), BNI (Rp 30,02 triliun), dan BCA (Rp 4,53 triliun). Secara keseluruhan, pembiayaan batu bara melalui penjaminan emisi saham, penerbitan obligasi, dan pinjaman mencapai Rp 216,6 triliun.

Baca Juga: PLN Berencana Susun Roadmap Pensiun Dini PLTU Hingga 3,5 GW

Sedangkan pada periode antara 2019 hingga 2021, Bank BRI menyalurkan Rp 10,4 triliun, Bank Mandiri (Rp 59,9 triliun), Bank BNI (Rp 14 triliun), dan Bank BCA (9,3 triliun). Jika digabungkan, eempat bank tersebut telah mengucurkan Rp 93,6 triliun untuk pembiayaan batu bara.

Sebelumnya Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa pernah menjelaskan tidak semua bank atau institusi finansial keluar dari sektor pertambangan emas hitam. Jadi sangat mungkin mereka yang belum punya kebijakan keluar batubara tetap mendanai perusahaan batubara. 

Fabby memaparkan, dari proyeksi International Energy Agency (IEA) permintaan batubara sejatinya masih akan naik sampai dengan 2025 setelah itu akan turun. IESR memperkirakan ekspor batubara Indonesia akan mulai turun setelah 2025 karena transisi energi dan kebijakan penurunan emisi di India dan China yang akan membuat konsumsi batubara stagnan bahkan turun. 

Adapun puncak permintaan batubara di Indonesia pada kisaran 2027-2029. Kalau pensiun dini PLTU seperti target pemerintah sebesar 9 GW terjadi sebelum 2030, puncak permintaan batubara akan terjadi lebih awal. 

“Saya perkiraan structural declining batubara di Indonesia akan mulai terjadi di 2029 atau 2030 mendatang,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi