IESR: Perlu sejumlah insentif untuk wujudkan harga mobil listrik di bawah Rp 450 juta



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perjalanan Indonesia dalam mewujudkan elektrifikasi nampaknya tidak bebas hambatan. Upaya mengejar jumlah kendaraan listrik hingga sebanyak 20% dari total populasi kendaraan pada tahun 2025 dinilai masih terkendala harga jual.

Direktur Eksekutif Institute for  Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, untuk bisa mengejar target 20% populasi, harga mobil listrik perlu ditekan hingga mencapai di bawah Rp 450 juta per unit. Prakondisi tersebut berdasarkan pengamatan Fabby masih belum tercapai saat ini. “Kalau dilihat sekarang ini mobil listrik yang ada di pasar Indonesia masih di atas Rp 600 juta per unit,” kata Fabby kepada Kontan.co.id, Kamis (7/1).

Menurut Fabby, untuk menekan harga mobil listrik hingga di bawah Rp 450 juta per unit, pemerintah perlu menggelontorkan sejumlah insentif baik pada sisi hulu, yakni industri baterai listrik, maupun untuk kendaraan listrik itu sendiri. Insentif pada sisi hulu bisa dilakukan misalnya dengan menggencarkan insentif tax holiday dan pengurangan pajak Penghasilan (PPh) Badan.


Sementara untuk kendaraan listrik, insentif dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti penghapusan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan penghapusan BBN, relaksasi pajak progresif, dan relaksasi pajak kendaraan bermotor (PKB).

Baca Juga: PPnBM 0% untuk mobil listrik dapat menguntungkan masyarakat, ini alasannya

Dari daftar atas, baru terdapat sebagian insentif yang sudah disiapkan oleh pemerintah. Salah satu yang sudah disiapkan misalnya seperti insentif PPnBM. Pada 16 Oktober 2019 lalu, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 

Pada bagian keempat beleid tersebut, diatur bahwa kendaraan bermotor dengan teknologi plug-in hybrid electric vehicles (PHEV), battery electric vehicles (BEV), dan fuel cell electric vehicles (FCEV) dengan konsumsi bahan bakar setara lebih dari 28 kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 sampai dengan 100 gram per kilometer bakal dikenai tarif PPNBM 15% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar 0% dari harga jual. Beleid ini berlaku 2 tahun setelah diundangkan, yaitu pada 16 Oktober 2021 mendatang.

Selain itu, pemerintah juga telah menyediakan insentif BBN untuk wilayah DKI Jakarta melalui Peraturan Gubernur DKI No. 3 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Sayangnya, insentif serupa belum dijumpai di provinsi lainnya.

Menurut Fabby, praktik pemberian insentif fiskal memang jamak dilakukan di beberapa negara lain seperti Cina, Norwegia, dan Amerika Serikat untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik. “Berdasarkan pengalaman internasional, insentif fiskal merupakan instrumen yang dipilih pemerintah untuk menurunkan harga jual kendaraan listrik, sehingga bisa meningkatkan minat konsumen membeli kendaraan listrik,” tutur Fabby.

Selanjutnya: Kaya akan nikel, Indonesia jangan hanya fokus ke mobil listrik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .