IHSG babak belur jika defisit tak tertanggulangi



JAKARTA. Gejolak inflasi secara umum sudah mulai mereda. Namun, di luar dugaan, Bank Indonesia (BI) justru menaikkan suku bunga acuan (BI rate) sebanyak 25 basis poin menjadi 7,5%.

Hal ini tentunya membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kian tertekan. "Soalnya, menaikkan BI rate justru memperlihatkan tekanan rupiah dan kondisi makro Indonesia yang belum kondusif," imbuh Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities, (12/11).

Namun, bagi Adhe Mustofa, analis Asjaya Indosurya Securities bilang, kenaikan BI rate ditujukan untuk mengendalikan risiko inflasi yang lebih besar, stabilitas nilai tukar, yang berujung pada pengurangan defisit neraca berjalan.


Akan tetapi, di sisi lain, kenaikan BI rate memberikan sentimen negatif bagi pergerakan IHSG. "Hasilnya bisa dilihat, kan, posisi IHSG tadi ditutup berapa dan sektor apa yang paling terpukul," tambah Adhe.

Memang, IHSG sore tadi ditutup turun 61,08 poin atau melemah 1,38% ke level 4.380,64. Nah, dua dari tiga saham penggerus IHSG adalah saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

Saham BBRI turun 3,16% menjadi Rp 7.650 di sesi II dan menyumbang penurunan indeks sebanyak 6,69 poin. Saham BMRI turun 3,13% menjadi Rp 7.750 di sesi II dan menyumbang penurunan indeks sebesar 6,33 poin.

Untuk jangka pendek, Adhe memprediksi, IHSG bakal tertekan dengan kisaran pergerakan di level 4.305-4.455. Bahkan, tekanan bisa kian besar jika ternyata defisit current account kian melebar. "Tunggu pengumumannya antara Rabu hingga Jumat," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri