KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Jelang akhir Mei, Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) melemah signifikan. IHSG turun 1,49% atau 106,09 poin ke angka 7.034,14 pada Kamis (30/5). Bahkan IHSG sempat menyentuh 6.984,98 pada pergerakan harian hari ini. IHSG turun lebih dari 1% dalam dua hari berturut-turut. Adanya pelemahan ini selaras dengan pelemahan rupiah. Kurs rupiah melemah 0,65% ke
Rp 16.265 per dolar Amerika Serikat (AS)
pada Kamis sore (30/5). Selain itu, bayang-bayang atas kebijakan suku bunga oleh The Fed turut menekan pasar. Sedangkan dari sisi dana asing, terdapat
net sell atau jual bersih di pasar saham sebesar Rp 1,18 triliun pada hari ini. Sedangkan, sepanjang tahun 2024
outflow sebesar Rp 4,99 triliun
Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia Muhammad Nafan Aji Gusta menjelaskan, adanya kebijakan suku bunga tinggi dalam waktu yang lama oleh The Fed tidak hanya presisi dengan pelemahan rupiah terhadap dolar AS, tetapi juga menjadi tekanan yang besar bagi pasar. Menyusul juga terdapat kenaikan pada
yield US Treasury.
Baca Juga: Henan Putihrai (HPAM) Evaluasi Produk Reksadana Seiring Koreksi Saham-Saham Bank Menurut Nafan, secara domestik belum ada sentimen yang memberikan implikasi besar bagi pasar. Dia memperkirakan penurunan pada US Personal Consumption Expenditures (PCE) dari yang sebelumnya sebesar 2,8% menjadi 2,75% berkaca dari prediksi. “Selama sejalan dengan ekspektasi, maka depresiasi dari rupiah dan apresiasi terhadap dolar AS akan berkurang,” kata Nafan kepada Kontan.co.id, Kamis (30/5). Lebih lanjut, secara historis, pada 8 tahun terakhir IHSG memiliki tren kinerja yang baik. Menurut Nafan, sekarang merupakan momentum yang tepat untuk
buy on weakness. Investor dapat membeli saham dengan harga diskon. Hal ini didukung oleh emiten-emiten yang berkomitmen kuat dalam menerapkan
good corporate governence yang berimplikasi pada kinerja fundamental yang baik. “Hal ini terkait dengan peningkatan dari sisi
top line ataupun
bottom line, jadi ini merupakan momentum yang pas,” jelas Nafan.
Baca Juga: IHSG Merosot ke 7.034 Diikuti Net Sell Asing Rp 1,18 Triliun, Kamis (30/5) Dalam waktu mendatang, Nafan melihat, pasar akan mendapatkan kepastian berupa June dotplot dari The Fed berkenaan dengan penyesuaian kebijakan pemangkasan suku bunga atau pelonggaran moneternya terkhusus di tahun ini. Di sisi lain, pasar juga tengah menantikan rilis Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II-2024. Dilihat dari segi historis pada kuartal II cenderung memiliki pertumbuhan baik. Hal ini ditopang dari kekuatan konsumsi domestik dan penegeluaran pemerintahan karena bertepatan dengan ibadah puasa, bulan Ramadan, dan periode Lebaran, serta Pemilu. Nafan optimistis dalam menyambut perilisan kinerja kuartal II-2024 oleh emiten. Hal ini didasari atas rata-rata kinerja kuartal I-2024 mengalami pertumbuhan progresif yang menunjukkan sinyal keberlanjutan.
Baca Juga: IHSG Anjlok Kamis (30/5) Anjlok, Harga Saham Blue Chip Ini Melesat Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyebut, pelemahan IHSG didorong oleh
pelemahan nilai tukar rupiah ter
ha
dap dolar AS
. Menyusul bahwa
mayoritas bursa global dan Asia juga bergerak terkoreksi. Pelemahan ini juga disebabkan oleh pendirian
dari The Fed yang masih akan menahan suku bunga acuannya di bulan Juni besok. Selain itu, t
erdapat kekhawatiran investor akan adanya rilis data PDB
AS pada malam hari ini
. Mengacu pada pergerakan nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS serta perilisan PDB AS, Herditya mem
perkirakan koreksi IHSG akan cenderung terbatas dengan support di angka
6.
984 dan resistance di level
7.
097 pada Jumat (31/5)
. Sementara Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis Tambolang melihat terdapat potensi
technical rebound pada IHSG
di Jumat (31/5). Hal tersebut didasari atas terbentuknya pola
lower shadow atas
technical rebound pada saham-saham blue chip, terutama bank berkapitalisasi besar.
Baca Juga: IHSG Anjlok 1,49% ke 7.034 Kamis (30/5), AMMN, GOTO, MBMA Top Losers LQ45 Selanjutnya, pelemahan rupiah banyak disebabkan oleh sentimen eksternal. Di antaranya, yang
pertama berupa ketidakpastian
arah kebijakan moneter the Fed. Kedua,
kenaikan inflasi di Jerman sebesar 2,4% year on year (YoY)
di Mei 2024 yang
memicu kekhawatiran terhadap peluang pemangkasan suku bunga acuan European Central Bank (
ECB)
. Kemudian yang
ketiga berupa revisi positif terhadap outlook pertumbuhan ekonomi Tiongkok oleh IMF. Hal ini
memicu capital outflow dari negara berkembang lain, termasuk Indonesia. Mempertimbangkan ketiga
hal di atas, Alrich
mewaspadai potensi dead cat bounce pada saham-saham perbankan. “
Jangan terlalu agresif di akhir pekan ini,
IHSG masih rawan uji level psikologis yang juga merupakan critical support level 7.000,” kata Alrich kepada Kontan, Kamis (30/5). Terakhir, e
kspektasi perlambatan pertumbuhan ekonomi di AS menjadi harapan dalam
meredam laju
outflow dana asing. Karena hal diperkirakan mampu
menekan the Fed untuk mempertahankan peluang pemangkasan suku bunga acuan di September 2024. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati