IHSG dibuka berfluktuasi perdagangan akhir pekan



JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak fluktuasi di tengah sentimen prospek kenaikan suku bunga The Fed, Jumat (20/5). Mengacu data RTI, indeks dibuka turun 0,05% ke level 4.702,565 pukul 09.21 WIB.

Ada 103 saham bergerak naik, 76 saham bergerak turun, dan 61 saham stagnan. Di awal perdagangan pagi ini melibatkan 552 juta lot saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 516,9 miliar.

Tujuh dari 10 indeks sektoral menghijau menahan pelemahan lebih dalam IHSG. Sektor industri dasar memimpin penguatan 1,22%. Kemudian diikuti infrastruktur naik 0,61%, dan pertambangan naik 0,33%.


Sementara, tiga sektor yang memerah antara lain 0,61%, keuangan turun 0,42%, dan barang konsumsi turun 0,02%.

Pagi ini, aksi beli asing mewarnai perdagangan di mana net buy asing di pasar reguler sekitar Rp 16,197 miliar. Sementara, net buy asing keseluruhan perdagangan sekitar Rp 10,275 miliar.

Mengesampingkan Fed rate

Sementara itu, sebagian besar saham Asia mengabaikan kemerosotan global, Jumat (20/5) mendapatkan sokongan dari melemahnya dollar terhadap mata uang dengan yield tinggi dan komoditas dari tembaga ke minyak yang mencoba untuk comeback.

Indeks MSCI Asia Pacific naik 0,1 % pukul 09:42 waktu Tokyo, bangkit dari penutupan terendah sejak 6 April untuk mengurangi penurunan dalam sepekan ini untuk 0,2 %. Sekitar 260 saham naik dan 210 saham turun. Indeks Topix di Tokyo naik 0,1 %, meninggalkannya naik 1,4 % pekan ini.

Saham di Jepang dan Korea Selatan, membantu memangkas penurunan mingguan keempat dalam indeks ekuitas regional, merupakan pelemahan terpanjang sejak September. Sementara, greenback yang tengah menanjak di hadapan yen dan euro harus kehilangan tenaganya terhadap dollar Selandia Baru dan won Korea.

Sebelumnya, pasar tersentak pasca rilis risalah pertemuan The Fed bulan April tetapi kini mulai mengesampingkan prospek kenaikan suku bunga AS pada Juni mendatang.

Fokus investor sekarang berporos pada pertemuan Kelompok Tujuh (G7) menteri keuangan di Jepang, yang berlangsung di tengah skeptisisme atas kemampuan bank sentral untuk menyalakan ekonomi mereka melalui stimulus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto