KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung tertekan dalam sebulan terakhir. Mengutip data RTI Business, IHSG merosot 4,81% dalam sebulan dan berakhir di level 6.918,14 pada Jumat (20/5). Walaupun IHSG menguat dalam sepekan terakhir, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis memperkirakan IHSG masih berpeluang tertekan ke depan. Ia melihat, tekanan terhadap IHSG bukan dipicu fenomena Sell in May yang biasa memperberat pergerakan IHSG di bulan Mei, melainkan dibayangi sentimen negatif dari global.
"Saat ini, pergerakan IHSG tidak hanya dibayangi aksi The Fed, tetapi juga dibayangi perlambatan ekonomi di China, serta perang Ukraina-Rusia yang masih belum usai," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (22/5). Sekadar informasi, Sell in May merupakan suatu strategi di mana investor akan menjual sahamnya di sekitar bulan Mei. Hasil penjualannya akan disimpan dalam bentuk tunai atau reksadana, kemudian akan kembali dibelanjakan saham di sekitar bulan November.
Baca Juga: Lima Saham Perbankan Ini Jadi Pemberat IHSG pada Mei 2022 Di sisi lain, mempertimbangkan kondisi saat ini, Azis menyebut, tidak menutup kemungkinan IHSG bergerak fluktuasi cenderung menguat ke depannya. Ini dapat terjadi mengingat adanya pemulihan ekonomi yang ditopang oleh kembali normalnya mobilitas masyarakat. AdapunĀ saham-saham yang saat ini masih dapat dilirik adalah saham-saham sektor perbankan, sektor komoditas, dan sektor industri. Saham-saham pada sektor tersebut berpotensiĀ mencatatkan kinerja yang positif. Sektor komoditas akan terdorong sentimen kenaikan harga komoditas. Sementara sektor perbankan dan sektor industri masih akan terpicu dari pemulihan ekonomi. "Saham-saham yang masih bisa dilirik seperti BBNI, BMRI, ITMG, ADRO, dan ASII. Saham-saham ini masih memiliki potensi upside 15%-20%," ujar Azis kepada Kontan.co.id, Minggu (22/2). Senada, Analis Deputy Head of Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati mengatakan, IHSG diperdagangkan undervalue saat ini. Dalam jangka pendek, IHSG juga masih berpotensi mengalami sedikit turbulensi. Menurutnya, penurunan IHSG di periode Mei ini diperberat faktor eksternal dari inflasi AS dan Eropa yang masih tinggi, serta sentimen negatif dari strategi China terkait zero Covid-19. Diperkirakan, puncak kekhawatiran pasar akan terjadi pada pada bulan Juni mendatang. "Namun, saya melihat pelaku pasar perlu memanfaatkan momentum yang ada dibandingkan harus panik ataupun sell off," ujarnya, Minggu (22/5).
Ia mengingatkan, apabila IHSG mengalami penurunan cukup dalam, investor jangan panik dan lebih bijaksana melakukan evaluasi portofolio dengan menghitung ulang kondisi harga wajar dan memaksimalkan setiap momentum. Adapun saham-saham yang berpotensi masih bertahan ke depan adalah saham sektor energi seperti ITMG, PTBA, ADRO, INCO, dan MDKA. Selain itu, saham-saham bluechip seperti ASII, UNVR, UNTR, dan ICBP.
Baca Juga: Sejumlah Analis Memprediksi Bunga BI Masih Bertahan di 3,5% Bulan Ini Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat