KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup merosot 119,86 poin atau 1,75% ke 6.714,51 pada penutupan perdagangan Kamis (26/10) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mencermati, pelemahan ini terjadi karena IHSG karena tengah memasuki fase
downtrendnya. Selain itu, pada perdagangan Kamis (26/10), pelemahan IHSG sejalan pelemahan bursa global dan regional Asia di mana negara-negara Asia lainnya juga kompak mengalami koreksi pada hari ini.
“Di sisi lain, sentimen juga berasal dari adanya pengaruh melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap USD dan meningkatnya kembali yield UST 10y ke angka 4,9% yang hingga saat ini masih menjadi cermatan investor.” kata Herditya kepada Kontan.co.id, Kamis (26/10).
Baca Juga: Investor Asing Masih Berminat di Saham-Saham Big Cap Untuk perdagangan Jumat (27/10), Herditya memperkirakan pergerakan IHSG masih akan dipengaruhi oleh sentimen global dimana investor masih akan menanti rilis data GDP AS 3Q23 dan juga pergerakan harga komoditas dunia. “Di sisi lain, langkah yang diambil The Fed dalam kebijakan moneternya dalam hal mengatasi inflasi AS juga masih menjadi cermatan pasar” kata dia. Dia juga memproyeksikan untuk perdagangan hari esok, Jumat (27/10), IHSG akan bergerak menguat terbatas dengan rentang support 6.711 dan resistance 6.798. Untuk pilihan saham, Herditya merekomendasikan untuk cermati saham Agung Podomoro Land (
APLN) dengan target harga Rp 159 - Rp 166, Bank Rakyat Indonesia (
BBRI) dengan target harga Rp 5.050 - Rp 5.125 dan juga Wismilak Inti Makmur (
WIIM) dengan target harga Rp 3.800 - Rp 4.010.
Baca Juga: United Tractors (UNTR) Kembali Akuisisi Perusahaan Nikel Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Rio Febrian mengatakan, pada Kamis (26/10), IHSG
breaklow pivot di level 6.730 dan bersamaan dengan pelemahan tersebut terbentuk pola black marubozu. “Akan tetapi, pelemahan tersebut tidak disertai dengan kenaikan volume. Kondisi ini memperkuat indikasi
panic-selling pada hari ini” kata Rio kepada Kontan.co.id, Kamis (26/10). Menurutnya, saat ini pasar dipengaruhi oleh antisipasi kenaikan The Fed rate sebesar 25 bps di FOMC 1 November 2023. Jajak pendapat oleh CME FedWatch Tools memperoleh hasil 97,1% peluang The Fed menaikan suku bunga acuan di FOMC tersebut. Kekhawatiran pasar kemungkinan meningkat jelang FOMC tersebut. Kondisi ini berpotensi memicu berlanjutnya kecenderungan
capital outflow dan kembali menekan nilai tukar Rupiah. Nilai tukar Rupiah melemah 0,32% ke Rp15,915/USD di Kamis (26/10) sore.
Baca Juga: IHSG Anjlok 1,75% ke 6.714 Pada Kamis (26/10), TOWR, MAPI, GOTO Jadi Top Losers LQ45 “Dengan demikian, saham-saham yang sensitif terhadap nilai tukar dan interest rate, khususnya di sektor keuangan perlu diwaspadai. Jangan terlalu agresif dalam merespons peluang
bargain hunting atau
buy on support di Jumat (27/10).” kata Rio Untuk perdagangan Jumat (27/10), ia memproyeksikan IHSG akan bergerak dengan rentang support 6.670 dan resistance 6.800 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli