IHSG Gagal Tembus Level 7.000, Analis Rekomedasikan Saham-Saham Ini



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih gagal menembus level psikologis 7.000. Sepanjang perdagangan Kamis (7/9), IHSG dominan bergerak di zona merah dan ditutup melemah 0,59% ke posisi 6.954,80.

Padahal, IHSG sempat menyentuh 7.003,67 sebagai titik puncak harian. Dalam perdagangan sebelumnya, IHSG bahkan cukup meyakinkan dengan menembus level tertinggi harian di area 7.020,96.

Pengamat Pasar Modal & Founder WH Project William Hartanto mengamati koreksi kali ini wajar terjadi ketika IHSG gagal menembus resistance 7.000. "Maka akan ada distribusi saham. Ini bisa berbentuk profit taking yang memicu pelemahan IHSG," kata William kepada Kontan.co.id, Kamis (7/9).


Baca Juga: OCBC Sekuritas Inisiasi Buy Saham Gojek Tokopedia (GOTO), Cermati Alasannya

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto melanjutkan, aksi profit taking memang masih rawan terjadi mengingat IHSG sudah melaju kencang dari level 6.600 sejak akhir Juni. Dus, pelemahan IHSG masih berupa koreksi wajar yang belum mengindikasikan adanya penurunan signifikan.

Hanya saja, ada sejumlah katalis yang berpotensi memengaruhi arah pasar. Dari faktor eksternal, investor mencermati perkembangan data ekonomi Amerika Serikat yang akan menjadi pertimbangan keputusan suku bunga The Fed pada FOMC bulan ini.

Sejauh ini, estimasi konsensus memperkirakan ada jeda kenaikan suku bunga The Fed pada bulan September. Kemungkinan The Fed akan kembali mengerek suku bunga acuan pada FOMC November jika level inflasi masih tinggi.

Namun, pasar juga memperhatikan efek lonjakan harga komoditas terutama minyak mentah, yang dapat kembali mendorong laju inflasi. Bersamaan dengan itu, ada fenomena El Nino yang memicu kemarau panjang, sehingga rawan memengaruhi produksi dan supply pangan.

Baca Juga: IHSG Dibayangi Sentimen Negatif, Cek Saham Rekomendasi Analis pada Jumat (8/9)

Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro menimpali, sentimen lainnya datang dari pelemahan ekspor dan impor China yang melebihi prediksi konsensus. Hal ini bisa memicu kekhawatiran terhadap pemulihan ekonomi di Negeri Tirai Bambu itu.

"Efeknya bisa semakin menekan kinerja ekspor-impor Indonesia yang notabene China menjadi salah satu mitra dagang terbesar," ungkap Nico.

Editor: Noverius Laoli