IHSG kembali terkulai, 9 sektor di zona merah



JAKARTA. Aksi jual masih melanda Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini (24/8). Mengutip data RTI, pada pukul 09.13 WIB, indeks mencatatkan penurunan 0,57% menjadi 5.386,59.

Jumlah saham yang tertekan mencapai 96 saham. Sementara, jumlah saham yang naik 88 saham dan 61 saham lainnya tak berubah posisi.

Volume transaksi perdagangan hari ini melibatkan 671,936 juta saham dengan nilai transaksi Rp 454,634.


Sementara itu, ada sembilan sektor yang terbenam. Tiga sektor dengan penurunan terbesar di antaranya: sektor infrastruktur turun 1,12%, sektor barang konsumen turun 1,12%, dan sektor konstruksi turun 0,84%.

Saham-saham indeks LQ 45 yang berada di jajaran top losers antara lain: PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) turun 3,09% menjadi Rp 1.880, PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) turun 3,04% menjadi Rp 3.190, dan PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) turun 2,48% menjadi Rp 1.770.

Sementara itu, posisi top gainers indeks LQ 45 diitempati oleh saham-saham: PT Global Mediacom Tbk (BMTR) naik 1,1% menjadi Rp 920, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) naik 1,9% menjadi Rp 2.770, dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) naik 0,44% menjadi Rp 11.350.

Di sisi lain, investor asing tampak melepas kepemilikannya terhadap saham-saham Indonesia. Di seluruh market, nilai penjualan bersih (net sell) asing mencapai Rp 18,9 miliar. Sedangkan di pasar reguler, net sell asing senilai Rp 18,9 miliar.

Bursa Asia mixed

Sedangkan bursa Asia bergerak mixed pada transaksi perdagangan pagi ini (24/8). Berdasarkan data Bloomberg, pada pukul 09.07 waktu Tokyo, indeks MSCI Asia Pacific naik 0,1% menjadi 139,34.

Data CNBC menunjukkan, indeks Nikkei 225 naik 0,79%. Sementara, indeks Kospi Korea Selatan turun 0,13%. Di Australia, indeks ASX 200 bergerak flat di level 5.556,40.

Sepertinya, para trader masih melakukan aksi wait and see menjelang pidato Pimpinan The Federal Reserve Janet Yellen di Jackson Hole.

Meski demikian, di market, beredar spekulasi the Federal Reserve tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga acuannya di tengah data ekonomi dunia yang beragam.

"Meski data AS tampak mixed, the Fed kemungkinan tidak memiliki cukup dasar untuk mengerek bunga," jelas Micahel McCarthy, chief market strategist CMC Markets di Sydney kepada Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie