KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Selama sepekan, Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) kembali terperosok sebesar 1,04%. Pelemahan ini semakin ditegaskan saat IHSG mencapai titik terendahnya di angka 6.887,81 sebelum ditutup dengan pelemahan sebesar 1,10% atau turun 76,95 poin ke angka 6.897,95 pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (7/6). Tren pelemahan ini disinyalir berasal dari dinamika yang tejadi pada Federal Reserve dan mata uang rupiah. Selain itu, indeks saham juga terpukul akibat longsornya saham PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN). Dari sisi aliran dana asing, dalam 5 hari terakhir terdapat
net sell atau jual bersih di pasar saham sebesar Rp 1,51 triliun. Sedangkan, sepanjang tahun 2024
outflow sebesar Rp 7,68 triliun.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat, penurunan tajam pada IHSG di perdagangan terakhir pekan ini disebabkan pelemahan yang terjadi pada saham-saham perbankan (IDX Finance) sebesar 1,35% serta diikuti sektor teknologi (IDX Techno) yang turun sebanyak 1,31%. Secara teknikal, Herditya menyebut, akan ada lanjutan penguatan untuk menutup gap di 6.884 dan kemungkinan terburuk di level 6.732.
Baca Juga: IHSG Melorot ke 6.897 pada Jumat (7/6), Net Sell Asing Tembus Rp 893 Miliar Dalam penjelasannya, selama pekan terdapat banyak sentimen berupa perilisan data dari Amerika Serikat (AS) dan China yang secara umum menunjukkan mperbaikan. Sedangkan, dari Indonesia terdapat pelemahan signifikan terhadap BREN yang saat ini menempati market cap terbesar ketiga setelah BBCA dan AMMN. Herditya memprediksi, IHSG masih rawan terkoreksi untuk menguji kisaran 6.843–6.884 sekaligus menutup
gap yang ada. “Untuk sentimen akan ada rilis data inflasi China dan AS serta keputusan Fed Funds Rate (FFR) dari The Fed,” kata Herditya kepada Kontan.co.id, Jumat (7/6). Sementara Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menjelaskan, sentimen yang terjadi selama sepekan adalah seputar dinamika yang terjadi pada saham BREN dan the Fed. Menurut Nafan, secara teknikal pergerakan harga saham BREN mulai tidak likuid. Hal tersebut sehubungan dengan batalnya BREN bergabung dengan indeks Financial Times Stock Exchange (FTSE) 100. Meski saham BREN dulunya masuk di berbagai indeks. Pada akhirnya, lebih lanjut, implementasi kebijakan
full call auction (FCA) menyebabkan BREN terus turun.
Baca Juga: IHSG Ambrol 1,10% ke 6.897 Jumat (7/6), HRUM, AMMN, BBTN Top Losers LQ45 “Wajar saja ada indeks yang tidak mengkategorikan saham tersebut, sehubungan sudah tidak likuid,” kata Nafan kepada Kontan.co.id, Jumat (7/6). Berkenaan kebijakan FCA oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), kini BEI sedang melakukan evaluasi dengan mendengarkan aspirasi dari pemerhati hingga
stakeholders pasar modal. Nafan berharap, BEI mampu menghasilkan putusan atau kebijakan yang dapat mewakilkan suara aspirasi yang ada. Adapun dari sisi global, sentimen tertuju pada dinamika the Fed. Meskipun, secara
hawkish bias pada the Fed terlihat mulai mereda.
“Paling tidak, syukur alhamdulillah BEI sedang evaluasi terhadap kebijakan FCA, sejauh ini mudah-mudahan bisa menghasilkan putusan atau
policy yang memang bisa mewakilkan suara aspirasi dari
stakeholders pasar modal ini,” harap Nafan. Dia merekomendasikan investor mencermati saham-saham yang tidak mendapatkan
special notation. Alangkah lebih baik investor melihat likuiditas secara teknikal, adanya kenaikan saham, dan kenaikan volume. Adapun Herditya mencermati saham ICBP dengan target harga Rp 10.750–Rp 10.900, AVIA berkisar di level Rp 570–Rp 590, dan DEWA di harga Rp 65–Rp 70. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati