KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) belum menunjukkan tanda-tanda akan menguat. Selasa (25/2) IHSG ditutup melemah 0,34% ke level 5.787. Sementara, sejak awal tahun IHSG melesu 8,13%. Di tengah kondisi pasar modal yang belum bergairah ini, Direktur Bahana TCW Investment Soni Wibowo mengatakan bursa saham Indonesia harus bisa meyakinkan investor bahwa investasi di pasar saham itu aman. Tak dipungkiri rasa aman tersebut belakangan memudar karena banyak transaksi di bursa tanpa fundamental kuat tetapi memiliki sponsor aktif yang membuat harga saham tertentu naik atau turun signifikan dalam satu hari. "Kondisi tersebut mendorong investor untuk
betting dan bukan untuk berinvestasi," kata Soni, Selasa (25/2).
Baca Juga: Minim sentimen positif, IHSG Rabu (26/2) diprediksi lesu Tidak heran, akhirnya banyak investor yang menginginkan
quick winner. Dampaknya, investor pemula atau investor ritel malas untuk melalukan persiapan sebelum berinvestasi. Ujungnya, bisa membawa kerugian apalagi jika investor tersebut menggunakan margin yang memungkinkan kerugian jadi berkali lipat. Selanjutnya, setelah mengalami kerugian mereka jadi tidak percaya untuk berinvestasi saham dan gairah berinvestasi di pasar modal melempem. Padahal jika dilihat fundamental makro ekonomi Indonesia relatif cukup baik. Sentimen yang mendukung,
pertama kestabilan nilai tukar rupiah.
Kedua, cadangan devisa yang cukup untuk impor tujuh bulan ke depan.
Ketiga, level
credit default swap (CDS) atau persepsi risiko investasi pasar di surat utang cukup rendah.
Keempat, suku bunga kembali turun ke 4,75%.
Kelima, inflasi sangat terkendali di sekitar 3%. Namun, memang dari sisi fiskal, Soni melihat pemerintah belum agresif untuk mengantisipasi potensi penurunan pertumbuhan ekonomi di tengah ancaman dampak virus corona. "Dari sisi emiten, hasilnya masih beragam tapi dibayangi pelemahan karena virus corona," kata Soni.
Baca Juga: IHSG diprediksi menguji zona hijau pada perdagangan Rabu (26/2), ini pertimbangannya Sebagian kegiatan ekspor dan impor para emiten yang berhubungan dengan China terganggu. Meski begitu, Soni optimis pasar saham Indonesia bisa membaik. Belajar dari pengalaman virus H1N1 dan virus lainnya, Soni mengamati pasar modal mengalami volatilitas selama tiga hingga empat bulan. Setelah itu, IHSG naik dua digit. "Semoga virus corona segera berakhir sehingga meningkatkan sentimen positif dan
earnings segera membaik," harap Soni. Di tengah kondisi ini, Soni menyarankan investor tetap berinvestasi bila sudah memiliki posisi di suatu saham. Selanjutnya, langkah evaluasi harus dilakukan sambil menelaah apakah saham yang dimiliki saat ini memiliki prospek yang cerah. Bila iya, investor bisa mempertahankan saham tersebut. Bila tidak, investor bisa menjual dan mengganti dengan saham berfundamental yang lebih baik. "
Average down juga baik tetapi beli secara bertahap," kata Soni.
Baca Juga: IHSG besok punya peluang bullish Sementara bagi yang belum memiliki posisi, saat ini waktu yang terbaik untuk investor melakukan persiapan untuk memilih saham dengan fundamental yang baik. Pilihlah emiten dengan manajemen handal dan berpengalaman. Tidak lupa, beli saham yang valuasinya murah. Senada, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan investor saham harus siap berinvestasi dalam jangka waktu panjang. Wawan menyarankan untuk mencicil membeli saham
big caps dengan fundamental kuat dan valuasi murah.
Sedangkan, Soni menyarankan Bursa Efek Indonesia dan self regulatory organization (SRO) untuk mengawasi perdagangan saham agar tidak disalahgunakan untuk judi. "Volatilitas perlu, tetapi jangan berlebihan, demikian juga dengan penggunaan
repo/margin trading yang harus dilakukan dengan
monitoring yang jelas," kata Soni.
Baca Juga: Bursa Saham Menuju Keseimbangan Baru Wawan menambahkan, regulator bisa menanggapi persoalan kasus yang belakangan terjadi di pasar saham dengan memberikan solusi berupa mengedepankan keterbukaan informasi lebih luas lagi, sehingga investor memiliki pegangan sendiri mengenai kondisi aset yang dia miliki. "SRO baiknya membuka seluas-luasnya keterbukaan informasi dari yang sekarang ada," kata Wawan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati