KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi inflasi Amerika Serikat tercatat sebesar 8,3% yoy pada April 2022, angka ini lebih tinggi dari perkiraan yang berada di 8,1% yoy. Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan mengatakan, inflasi yang masih tinggi membuat kenaikan suku bunga kembali dilakukan, hal ini yang menjadi faktor koreksi pasar saham secara global, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG). "Kenaikan suku bunga yang besar dan berlangsung cepat memberikan kejutan bagi pasar. Eksekusi kenaikan suku bunga oleh The FED yang tergolong cepat dengan besaran kenaikan yang tinggi, menjadi latar belakang aksi jual terhadap aset-aset beresiko, termasuk saham," jelasnya pada Kontan, Kamis (12/5).
Alfred melanjutkan, kenaikan suku bunga yang lebih besar dan cepat akan membuat spread semakin menipis antara The FED dan
interest rate emerging market. Sehingga, realisasi
capital outflow oleh dana asing akan semakin besar. Selama ini, selisih yang besar membuat asing sangat tertarik pada
emerging market dan terjadi
capital inflow.
Baca Juga: Menakar Ketahanan IHSG di Tengah Tingginya Inflasi AS Meski demikian, Alfred bilang pasar sudah mengantisipasi langkah agresif The FED untuk menaikkan suku bunga juga membuat BI akan melakukan penyesuaian dengan meningkatkan suku bunga. "Rupiah juga akan menjadi katalis bagi pasar saham kita. Pasca dinaikkannya suku bunga The FED di awal Mei, Rupiah sempat terdepresiasi ke Rp14.600-an, namun saat ini telah kembali ke Rp 14.400-an di tengah masih tingginya inflasi AS, yang berarti masih ada kenaikan besar pada suku bunga The FED," paparnya. Ia menambahkan, hasil dari performa rupiah tersebut menunjukkan kuatnya ekspektasi pasar terhadap makro domestik. Jika Rupiah bisa bertahan di level saat ini, maka akan menjadi katalis positif bagi pasar saham. Selain itu, Alfred optimis tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia, kenaikan inflasi domestik yang lebih terkendali, serta stabilitas Rupiah akan kembali menjadi magnet bagi dana asing yang sudah keluar di sepanjang pekan ini. Mengintip data RTI, investor asing sudah mencatatkan jual bersih Rp 4,44 triliun dalam sepekan. Dengan angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menurut Alfred IHSG punya daya tahan yang kuat. Alfred mencermati
support IHSG berada di 6.620 dan level psikologis di 6.500.
Baca Juga: IHSG Anjlok ke 6.599 pada Kamis (12/5) Diiringi Net Sell Asing di Saham Bank Di lain sisi, Alfred menambahkan, performa emiten yang baik juga membuat koreksi besar IHSG akan menurunkan valuasi saham. Emiten-emiten
big cap dan saham emiten lapis pertama yang masih mencatatkan pertumbuhan di kuartal I 2022 bisa menjadi pilihan bagi investor. Beberapa saham yang bisa dilirik saat ini ada BBRI. Ia memberikan rekomendasikan beli BBRI dengan TP di Rp 5.125, kemudian ia juga merekomendasikan
buy saham BBNI dengan TP Rp 9.950,
buy BMRI dengan TP Rp 9.400. Di luar sektor perbankan, Alfred juga merekomendasikan
buy TLKM (PE 18x) dengan TP Rp 5.080,
buy ADRO dengan TP Rp 4.000, dan
buy UNTR dengan TP di Rp 36.000. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi