KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) ditutup menguat 0,86% dan berakhir di level 7.256,996 pada Jumat (9/8). Dengan posisi tersebut, IHSG masih melemah 0,70% dalam sepekan.
Head of Research Mega Capital Sekuritas, Cheril Tanuwijaya mengatakan, pergerakan IHSG pada pekan ini dipicu oleh beberapa faktor global dan domestik. Dari domestik, ada dua faktor utama.
Pertama, produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang tumbuh melambat sebesar 5,05% secara tahunan alias
year on year (YoY) di kuartal II 2024.
Kinerja ini lebih rendah dibanding kuartal I 2024 yang tumbuh 5,11% YoY. “Hal ini disebabkan rendahnya pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah, yang mana hanya naik 1,42% YoY. Di kuartal I 2024, ini naik 19,90% YoY,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (9/8).
Kedua, cadangan devisa (cadev) Indonesia yang meningkat menjadi US$145,4 miliar di Juli 2024. Ini tercatat jadi raihan cadangan devisa tertinggi di sepanjang tahun 2024. Sebagai perbandingan, cadangan devisa Indonesia pada bulan Juni 2024 sebesar US$ 140,2 miliar. Sementara, pada Juli 2023 cadev Indonesia tercatat US$ 137,6 miliar.
Baca Juga: IHSG Menguat ke 7.257 Hari Ini (9/8), BMRI, AMMN, AMRT Paling Banyak Dibeli Asing ”Bank Indonesia (BI) menyatakan peningkatan cadev Juli 2024 terjadi karena penerbitan sukuk global pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa,” ungkapnya. Dari global, ada empat sentimen yang mempengaruhi gerak IHSG pekan ini.
Pertama, tingkat pengangguran Amerika Serikat (AS) yang tercatat naik menjadi 4,3% di bulan Juli 2024. Sebagai perbandingan, tingkat pengangguran di AS sebesar 4,1% di bulan Juni 2024. Tingkat pengangguran bulan Juli 2024 merupakan level tertinggi sejak Oktober 2021 dan menimbulkan ketakutan akan terjunnya ekonomi AS ke dalam resesi. “Ketakutan tersebut tercermin pada index VVIX yang menyentuh level tertinggi sejak Maret 2022 dan menimbulkan koreksi dalam pada bursa saham Asia, Eropa, dan Amerika pada hari Senin (5/8) lalu,” tuturnya.
Kedua, Purchasing Managers Index (PMI) Jasa AS yang masuk area ekspansi. PMI Jasa ISM AS pada bulan Juli 2024 naik menjadi 51,4. Sebagai perbandingan, PMI Jasa ISM AS pada bulan Juni 2024 adalah 48.8. “Ini mengindikasikan
rebound moderat pada aktivitas jasa di AS. Hal ini disebabkan karena pemulihan pada pesanan baru dan bisnis pertambangan di tengah meningkatnya permintaan dari luar negeri,” ujarnya.
Ketiga, komentar
dovish Bank of Japan (BoJ) yang tidak akan menaikkan suku bunga hingga gejolak pasar global dan Jepang reda. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Wakil Gubernur BOJ, Shinichi Uchida dalam merespons aksi short-selling terhadap Nikkei 225 yang memicu
flight to safety ke obligasi pemerintah Jepang (JGB). “Meskipun demikian, pasar memprediksi BOJ masih akan menaikkan suku bunga minimal 1x lagi dengan ekspektasi OIS sebanyak 0,76 kali,” tuturnya.
Keempat, National Bureau of Statistics (NBS) China yang mencatatkan adanya kenaikan tingkat inflasi di bulan Juli 2024 ke 0,5% yoy. Sebagai perbandingan, tingkat inflasi di China pada bulan Juni 2024 adalah 0,2% yoy dengan ekspektasi pasar di bulan Juli adalah 0,3% yoy.
Baca Juga: Wall Street Melemah di Akhir Minggu yang Penuh Gejolak “Hal ini disebabkan meningkatnya permintaan domestik seiring dengan peningkatan stimulus ekonomi di Beijing,” tuturnya. Sementara itu, analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana melihat, ada empat sentimen utama yang membuat IHSG terkoreksi sepanjang pekan ini.
Pertama, rilis data pengangguran AS yang meningkat ke 4,3%, sehingga menyebabkan kekhawatiran investor akan adanya perlambatan ekonomi AS.
Kedua, aksi
sell off para investor akibat naiknya suku bunga Jepang. Ketiga, probabilitas pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin (bps) di bulan September 2024. “Terakhir, kembali meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (9/8).
Untuk perdagangan hari Senin (12/8), IHSG diperkirakan rawan terkoreksi dengan support di 7.219 dan resistance di 7.267. “Pergerakan IHSG diperkirakan akan dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar rupiah. Investor juga masih mencermati akan beberapa rilis data di AS dan China,” paparnya. Herditya pun menyarankan investor untuk mencermati saham
ASII dengan target harga Rp 4.830 - Rp 4.860 per saham,
INDF Rp 6.300 - Rp 6.475 per saham, dan
DOID Rp 760 - Rp 780 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari