IHSG Melemah 3,08% Sejak Awal Tahun, Saham Sektor Komoditas jadi Pemberat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada di zona merah. Sejak awal tahun alias secara year-to-date (YtD), IHSG sudah terkoreksi hingga 3,08%.

Pengamat pasar modal Teguh Hidayat mengamini, salah satu pemberat langkah IHSG adalah melemahnya saham berbasis komoditas. Bahkan, indeks yang berisikan saham komoditas energi, yakni IDX Energy, menjadi indeks sektoral dengan dengan pelemahan tertinggi. Indeks ini anjlok  hingga 21,4% secara YtD.

Menurut Teguh, penurunan saham-saham pertambangan yang memiliki float market yang besar seperti  PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turut menyeret IHSG. Dia menyebut, ada satu saham komoditas yang turut berpengaruh terhadap IHSG, yakni saham PT Bayan Energy Tbk (BYAN).


Sebagai kilas balik, harga saham BYAN sempat mengalami kenaikan yang luar biasa sepanjang tahun lalu. Bahkan, kapitalisasi pasar alias market caps BYAN sempat menyamai market caps saham perbankan big caps, yakni PT  Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dengan nilai market caps mencapai Rp 700 triliun.

Baca Juga: Pasar Saham Stabil, Samuel Sekuritas Pertahankan Target IHSG Tahun Ini di Level 7.600

Teguh menilai, ada kemungkinan saham BYAN melanjutkan penurunannya karena kenaikan harganya yang tidak wajar.

“Jadi jika BYAN lanjut turun, IHSG bisa lanjut turun juga,”  kata Teguh kepada Kontan.co.id, Minggu (25/6).

Saat ini, saham BYAN sudah terkoreksi hingga 26,67%, dengan kapitalisasi pasar BYAN sudah berada di Rp 513,33 triliun.

Untungnya, saham perbankan dengan float market besar seperti BBRI dan BBCA  masih mengalami kenaikan harga. Kenaikan saham perbankan big caps dinilai mampu menahan penurunan IHSG.

“Kalau saham BBCA dan perbankan besar lain tidak naik, IHSG bisa turun lebih dalam,” sambung dia.   

Target IHSG di 2023

Teguh menilai, harga komoditas seperti batubara, nikel, hingga minyak mentah masih berselimut awan gelap. Peluang harga komoditas untuk menagalami kenaikan nampaknya cukup sulit, mengingat saat ini merupakan era suku bunga tinggi.

Suka bunga yang tinggi mencerminkan tingkat inflasi yang rendah dan membuat harga komoditas turun. Di sisi lain, perekonomian sudah berangsur normal, sehingga peluang harga komoditas untuk Kembali ke harga saat pandemi dinilai mustahil.

Dus, Teguh menilai saham-saham berbasis komoditas masih akan turun, namun memang koreksinya sudah cukup terbatas. Ini artinya, IHSG masih akan tertekan namun tidak akan mengalami koreksi yang lebih dalam lagi.

Harapan kenaikan IHSG datang dari saham-saham perbankan. Hanya saja, saham perbankan big caps dinilai sudah naik cukup tinggi. Di sisi lain, Teguh menilai saat ini belum ada katalis positif yang mampu mengangkat IHSG.

“Memang tahun ini agak berat, mungkin IHSG sampai di level 7.000 saja sudah bagus,” kata Teguh.

Baca Juga: IHSG Turun 0,88% Dalam Sepekan, Masih Berpeluang Lanjutkan Pelemahan di Pekan Depan

Harapan datang dari sektor lain yang sebenarnya memiliki kinerja yang apik, mulai dari sektor properti hingga otomotif. Saham perbankan kemungkinan sudah naik tinggi, tetapi saham sektor lain yang memiliki kinerja oke bisa mengalami kenaikan, khususnya pada kuartal ketiga dan keempat. Dus, ini bisa mendorong IHSG untuk menyentuh level 7.000.

Kepala riset Samuel Sekuritas Indonesia Prasetya Gunadi mempertahankan target IHSG di 7.600 sampai akhir tahun 2023. Rebalancing indeks LQ45 periode Agustus sampai Januari, yang akan diumumkan pada akhir Juli 2023, berpotensi memberikan katalis jangka pendek untuk sejumlah saham.

Prasetya meyakini, sektor perbankan, telekomunikasi, dan sektor consumer staples akan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan laba IHSG di tahun 2023.  Margin sektor perbankan Indonesia akan membaik pada kuartal-kuartal mendatang, karena sejumlah bank masih memiliki likuiditas yang melimpah dan mampu membatasi penurunan margin.

 
ADRO Chart by TradingView

Editor: Tendi Mahadi