KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam sepekan Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) tergelincir 3,48%. IHSG mencapai titik terendahnya di level 6.959,23 sebelum kemudian ditutup dengan pelemahan sebesar 0,90% atau turun 63,41 poin ke angka 6.970,74 pada perdagangan akhir Mei, Jumat (31/5). Tren pelemahan ini disinyalir berasal dari tekanan bayang-bayang akan kebijakan suku bunga oleh The Fed. Menyusul adanya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang turut menekan pasar. Dalam 5 hari terakhir terdapat
net sell atau jual bersih di pasar saham sebesar Rp 5,30 triliun. Sedangkan, sepanjang tahun 2024 berjalan, terdapat
outflow sebesar Rp 6,17 triliun.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menjelaskan, selama sepekan ke belakang IHSG dipengaruhi oleh dua sentimen. Pertama, meningkatnya
yield US Treasury yang berdampak pada melemahnya ekspektasi investor akan penurunan suku bunga The Fed pada bulan Juni 2024.
Baca Juga: Tengok Top Gainers LQ45 saat IHSG Melemah pada Jumat (31/5), Cek TLKM, ARTO, dan MBMA Kemudian, sentimen yang kedua, adanya tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Menyusul adanya tren aliran keluar atau
outflow dana asing dari IHSG. Dalam prediksinya, IHSG berpeluang menguat terbatas dengan
support di angka 6.947 dan
resistance di level 7.036 pada pekan depan. Pelaku pasar sendiri menantikan perilisan data inflasi Indonesia dan manufaktur China. Sementara
Head Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi berpandangan, tren pelemahan terjadi pada seluruh instrumen makro Indonesia. Di antaranya didorong ketidakpastian kebijakan bank sentral yang membuka potensi pemangkasan suku bunga hanya sekali, terdepresiasinya nilai rupiah sebesar 1,38% dalam sepekan, dan
yield obligasi pemerintah 10Y yang meningkat ke level 7,037%. “Ditambah juga dari sisi pasar, kapitalisasi pasar BREN yang terjun akibat dari masuk dalam papan pemantauan khusus dan harga sahamnya turun 26,9% dalam sepekan,” kata Oktavianus kepada Kontan, Jumat (31/5). Dibandingkan dengan pekan sebelumnya yang cenderung menguat, menurutnya, hal tersebut disebabkan sentimen pembagian dividen dari beberapa emiten energi dan keuangan. Meski, pasca
ex-date menunjukkan kecenderungan mengalami koreksi harga. Menurutnya, dengan terjadinya
outflow oleh asing sepanjang pekan, maka investor cenderung masuk pada aset investasi
low risk di tengah ketidakpastian pasar uang atau
treasury. Dari faktor eksternal, beberapa bursa regional nampak cenderung terdampak dengan terjadi pelemahan dalam sepekan terakhir, seperti Nikkei dan Hangseng yang turun masing-masing sebesar 1,57% dan 4,18%. “Kami berpandangan koreksi pekan ini lebih disebabkan faktor eksternal, yakni pasar menunggu data inflasi AS dan sikap dari bank sentral,” terang Oktavianus.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham PGAS yang Bakal Menebar Dividen US$ 222,43 Juta Dari China, data National Bureau of Statistics (NBS) manufaktur China terkontraksi dengan turun ke level 49,5 dari sebelumnya masih berada di level ekspansif. Sedangkan dari zona Eropa, data inflasi Mei 2024 berada di atas ekspektasi pasar sebesar 2,6%
year on year (YoY). Oktavianus memprediksi, tekanan aksi jual masih berlanjut dengan indikator Moving Average Convergece Divergence (MACD) menunjukkan
death cross dengan berada di
zone negative. Hal ini didasari atas nilai transaksi yang mencatatkan kenaikan menjadi Rp 35 triliun dari rerata hanya sebesar Rp 13 triliun pada Jumat (31/5). “Untuk pekan depan kami melihat potensi berlanjutnya koreksi di IHSG masih terbuka,” ujarnya. Perdagangan pekan depan akan diwarnai dengan sentimen perilisan data inflasi Indonesia yang diperkirakan melambat menjadi 2,94% dari sebelumnya di level 3% YoY. Sedangkan dari luar negeri, rilis data pengangguran AS akan semakin menekan pasar saham apabila berada di atas ekspektasi pasar. Oktavianus merekomendasikan untuk
speculative buy pada saham
TLKM dan
BRPT dengan target harga masing-masing berkisar di
support dan
resistance Rp 2.770 - Rp 3.060 dan Rp 1.020 – Rp 1.170. Selain itu, dirinya merekomendasikan
buy on break pada saham
HRUM dengan target harga Rp 1.405 atau berkisar di
support Rp 1.330 dan
resistance di angka Rp 1.500.
Sedangkan, Hedirtya mencermati pada saham
GOTO dengan target harga Rp 70 – Rp 77,
ITMG berkisar di level Rp 25.500 – Rp 26.000, dan
ARTO di harga Rp 2.490 – Rp 2.600.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi