KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama sebulan, Dow Jones Industrial Average turun hingga 6,34%. Pada periode yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) turun 3,01%. Analis memproyeksikan dalam jangka pendek
IHSG akan melanjutkan tren pelemahan. Kepala riset Infovesta Utama Wawan Hendryana menyatakan, turunnya DJIA ini belum menjadi sinyal kuat untuk resesi. Sebab untuk melihat adanya kemerosotan ekonomi harus melihat banyak indikator lainnya. “Kalau turunnya hanya sebulan ini berarti sentimennya jangka pendek karena perang dagang dimulai lagi. Walaupun ada tanda-tanda perlambatan, tapi untuk resesi ekonomi masih jauh,” jelasnya.
Baca Juga: IHSG turun lagi ke 6.257 pada perdagangan Kamis (15/8) Menurut Wawan merosotnya DJIA tentu saja berpengaruh pada IHSG karena pasar saham Indonesia tidak terlepas dari investor asing. Jadi kejatuhan IHSG lebih karena investor asing yang panik karena perang dagang kembali memanas ditambah dengan devaluasi mata uang yuan. Wawan bilang IHSG akan tertekan dalam jangka pendek, di bulan ini saja. Di bulan depan, sentimennya sudah berubah dan efek penurunan suku bunga sudah mulai dirasakan. Jadi, Wawan tidak merevisi proyeksi IHSG sampai tahun depan di level 6.800. Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas menjelaskan, pergerakan Dow Jones dan IHSG sejalan.“Ditambah lagi hari ini rilis data neraca dagang di Juli 2019 masih negatif atau defisit US$ 60 juta,” kata dia.
Baca Juga: Ekspor Indonesia meningkat 31,02% secara bulanan pada Juli 2019 Sukarno memproyeksikan, dalam jangka pendek IHSG akan melanjutkan tren pelemahan sehingga investor disarankan untuk menghindari sektor manufaktur. Sukarno bilang di sektor tersebut rilis data dagangnya tercatat negatif. Sukarno menjelaskan strategi investasi yang baik adalah
wait and see terlebih dahulu. Sebab investor lebih baik menunggu bursa AS kembali menghijau. Apalagi IHSG juga masih bergerak stagnan. Secara
year to date (YTD) saja IHSG hanya naik 1,02%. Pada saat Sukarno menyarankan investor untuk melirik emiten pertambangan pada komoditas emas dan nikel karena harga komoditasnya dalam tren kenaikan. Ditambah lagi dengan sentimen lain datang dari Keppres tentang mobil listrik yang secara tidak langsung akan menguntungkan emiten yang produksi nikel.
Baca Juga: Penjualan emas Antam (ANTM) tumbuh 14,60% di semester I 2019 Sukarno merekomendasikan investor untuk mencarmati beberapa saham yakni PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (
INCO), dan PT Central Omega Resources Tbk (
DKFT). Walaupun ekspor nikel dihentikan dan bisa saja menjadi penghambat untuk sektor ini, Sukarno menyatakan pengaruhnya tidak akan terlalu signifikan pada ANTM. Sukarno merekomendasikan investor untuk
buy on weakness saham ANTM, INCO dan DKFT menunggu koreksi harganya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati