KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 1,14% ke 7.200,20 pada Selasa (9/1). IHSG terseret pelemahan saham-saham emiten Grup Barito milik taipan Prajogo Pangestu, bahkan ada yang menyentuh level Auto Rejection Bawah (ARB). Usai mendominasi saham penggerak (leader) IHSG tahun lalu, pergerakan saham Trio Barito berubah pada awal tahun ini. Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) ada di daftar teratas saham penggerus indeks (laggard). Selasa (9/1), harga BRPT ambles 18,18% menjadi Rp 1.080, TPIA anjlok 20% ke area Rp 4.220, sementara BREN terperosok 20% atau menyentuh level ARB ke posisi Rp 5.400 per saham. Trio saham Barito ini juga kompak menghuni deretan saham top losers pada perdagangan Selasa (9/1).
Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengamati, penurunan tajam saham Grup Barito memberikan kontribusi jumbo bagi pelemahan signifikan IHSG. Jika tak terseret Trio Barito, maka IHSG akan berada di zona positif sejalan dengan pergerakan rata-rata bursa global. Hitungan Alfred, Trio Barito memiliki total kapitalisasi pasar sebesar Rp 1.188 triliun atau mencapai sekitar 10% dari total market caps bursa. Saham Trio Barito menyumbang 101 poin terhadap koreksi IHSG. "Salah satu kontributor terbesar kenaikan IHSG tahun 2023 adalah konglomerasi Barito yang mencapai 400-an poin. Karena porsi terhadap total kapitalisasi pasar besar, maka pengaruh pergerakan harga sahamnya ke IHSG menjadi besar," kata Alfred kepada Kontan.co.id, Selasa (9/1).
Baca Juga: IHSG Tersungkur, Saham Emiten Milik Konglomerat Prajogo Pangestu Tekan Bursa Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto sudah melihat sinyal pembalikan arah saham milik Prajogo Pangestu sejak akhir November 2023. Sinyal itu tampak dari penurunan aktivitas perdagangannya, yang membuka potensi goncangan harga akibat tekanan jual. Kondisi itu bisa dipicu oleh aksi profit taking pasca lonjakan harga yang signifikan. "Jadi ini kejadian yang bersambung, bahwa sejak adanya tekanan jual itu, saham-saham tersebut sudah memiliki potensi untuk berbalik arah," ungkap William. Bagi yang sudah koleksi, bisa pertimbangkan untuk
sell on strength. Sedangkan bagi yang masih tertarik, sebaiknya
wait and see terlebih dulu menunggu pelemahan mereda. "Mungkin saja masih ada peluang, tapi jangan memaksakan "menangkap pisau jatuh" tanpa kondisi yang mendukung," ujar William.
Apa Kabar January Effect?
Meski sudah dalam ekspektasi, tapi penurunan yang drastis pada saham Trio Barito kali ini memberikan dampak signifikan bagi pelemahan IHSG. Apalagi, kondisi ini dibarengi dengan kenaikan saham-saham big caps lain yang tidak bisa mengimbangi level penurunan Trio Barito. Dengan tingkat penurunan Trio Barito yang lebih dalam ketimbang kenaikan saham big caps lain, maka katalis negatif lebih dominan menyetir IHSG. Hanya saja, William menyemai optimisme bahwa pelaku pasar tidak perlu terlalu khawatir. William menilai, kondisi IHSG saat ini tidak berarti membuat
January Effect berakhir. Justru, ketika IHSG melemah, peluang untuk mengoleksi saham-saham prospektif dengan strategi buy on weakness menjadi lebih terbuka. "Aksi jual ke saham-saham selain penekan utama, juga akan berdatangan. Sehingga penguatan saham-saham lain biasanya tertunda dan ada pergerakan yang membentuk support. Di situ pembelian bisa dilakukan," terang William.
Baca Juga: Menguat Tak Wajar, BEI Masih Periksa Pergerakan Saham CUAN Milik Prajogo Pangestu Head of Equities Investment Berdikari Manajemen Investasi, Agung Ramadoni mengamini bahwa
January Effect masih berlangsung. Selain karena Grup Barito, pelemahan IHSG turut disebabkan oleh koreksi teknikal karena sudah menyentuh
strong resistance untuk jangka pendek. Sehingga kemungkinan IHSG masih akan bergerak konsolidasi. Hanya saja, Agung menaksir dampak
January Effect cenderung lebih terbatas atau tidak setinggi efek
window dressing pada Desember 2023. Saran Agung, saat ini investor bisa memilah saham dengan dua kriteria utama. Yakni saham yang secara valuasi masih murah, serta diuntungkan oleh momentum Pemilu dan ekspektasi pemangkasan suku bunga. Agung menjagokan saham telekomunikasi yakni PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Saham bank: PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) dan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) serta saham transportasi PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA).
Sedangkan William menjagokan saham TLKM, PT Astra International Tbk (ASII), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT United Tractors Tbk (UNTR), dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Sementara itu, Analis & Branch Manager Jasa Utama Capital Sekuritas Batam, Chris Apriliony mengingatkan dalam memilih saham, investor harus tetap mempertimbangkan emiten dengan fundamental kuat dan valuasi yang cukup murah. Hal ini penting untuk mengurangi risiko penurunan harga saham yang tajam. "Karena perusahaan yang naik dengan tidak mempunyai fundamental kuat, biasanya akan cenderung turun ke harga wajarnya. Jika kenaikannya kemarin cukup signifikan, ya biasanya akan diikuti dengan penurunan yang cukup dalam," tandas Chris. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat