IHSG Moncer, Kinerja Reksadana Indeks Berpotensi Cemerlang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya menembus level 7.000. Pada perdagangan hari ini, Kamis (24/3), IHSG ditutup di level 7.049,68 atau level tertinggi sepanjang masa. Selain memecahkan rekor, IHSG sepanjang tahun ini juga sudah berhasil menguat 7,49%. 

Kinerja apik IHSG dinilai menjadi sentimen positif untuk kinerja reksadana indeks. Maklum, kinerja reksadana yang satu ini cenderung mengekor dengan kinerja indeks. Walaupun sudah menguat cukup signifikan, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana meyakini kinerja reksadana indeks masih bisa terus melanjutkan penguatan. 

Menurut dia, IHSG masih akan bisa melanjutkan rally sehingga akan ikut mendorong kinerja reksadana indeks. Dia menjelaskan, proses pemulihan ekonomi yang akan semakin optimal akan menjadi katalis terkuat yang mendorong kenaikan IHSG.


“Apalagi, Indonesia saat ini diuntungkan oleh kenaikan harga komoditas, yang bisa memberi dampak positif terhadap ekspor maupun perekonomian masyarakat secara tidak langsung,” kata Wawan kepada Kontan.co.id, Kamis (24/3).

Baca Juga: Usai Sentuh All Time High, IHSG Diproyeksi Rawan Koreksi pada Jumat (25/3)

Namun, kenaikan harga komoditas di satu sisi bisa menjadi bumerang. Ia menyebut, kenaikan harga komoditas bisa memicu kenaikan harga bahan baku dan pangan ikut merangkak naik. Jika demikian, maka inflasi dengan sendirinya akan ikut mengalami kenaikan yang pada akhirnya membuat Bank Indonesia harus menaikkan suku bunga acuan.

Wawan menyebut, kenaikan suku bunga ini tak hanya menghambat kinerja reksadana indeks karena dalam jangka pendek akan membuat IHSG terkoreksi. Namun, reksadana indeks yang berbasis obligasi justru akan lebih terpukul dengan kenaikan suku bunga acuan tersebut, karena artinya ada potensi yield melemah.

Kendati memiliki potensi kinerja yang menjanjikan, sayangnya minat investor terhadap reksadana indeks justru turun. Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan, dana kelolaan reksadana indeks pada Februari 2022 hanya sebesar Rp 9,19 triliun. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya masih sebesar Rp 10,19 triliun, artinya sudah terkoreksi 9,81%

Baca Juga: Rupiah Turut Tertekan Aksi Balas Sanksi Barat-Rusia

“Dari sisi unit penyertaan juga menurun jika dibanding tahun lalu. Artinya penurunan dana kelolaan dikarenakan lebih banyak yang melakukan redemption dibanding yang subscribe,” imbuh Wawan.

Meski demikian, selama investor punya tujuan investasi jangka panjang, Wawan menyebut masuk ke reksadana indeks saat ini tidak jadi masalah. Apalagi, jika investor melakukan dollar cost averaging (DCA) tiap bulan, tidak ada kata terlambat untuk masuk. 

Pada akhir tahun ini, ia memproyeksikan IHSG bisa mencapai level 7.400 atau naik sekitar 10%-12% dari posisi akhir tahun lalu. Sementara untuk reksadana indeks berbasis saham, seharusnya dari sisi kinerja tidak akan jauh berbeda dari angka tersebut. 

“Tapi, untuk reksadana indeks berbasis obligasi, proyeksi awal bisa mencapai 7% pada tahun ini. Sayangnya, dengan adanya kenaikan suku bunga acuan, berpotensi hanya memberi imbal hasil 5%,” tutup Wawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati