IHSG Mulai Pulih dari Kejatuhan, Potensi Window Dressing Masih Terbuka Lebar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham melejit setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve mempertahankan suku bunga acuan pada Rabu (1/11) dini hari. Keputusan The Fed yang ditunggu-tunggu dalam lebih dari sebulan ini memicu aksi beli di pasar keuangan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turut menguat dalam dua hari perdagangan setelah keputusan The Fed. Dalam dua hari, IHSG melesat 2,20% hingga Jumat (3/11) ke posisi 6.788,85. 

Investor asing akhirnya mencatat beli bersih Rp 309,6 miliar pada Jumat lalu setelah aksi jual bersih tak terhenti dalam 14 hari perdagangan beruntun atau tiga pekan terakhir.


Baca Juga: Bitcoin Naik Paling Tinggi Sepanjang Oktober, Pasar Saham dan Obligasi Tertekan

Hans Kwee, Pengamat Pasar Modal dan Akademisi Universitas Trisakti menjelaskan pelaku pasar kembali gembira lantaran The Fed memberikan sinyal dovish.

"Bukan karena suku bunga, tetapi pertanyaan Jerome Powell kalau The Fed sudah tidak akan menaikkan suku bunga lagi," kata dia kepada Kontan.co.id, Kamis (2/11).

Nilai tukar rupiah turut menikmati penguatan pasar. Jumat (3/11), kurs rupiah ditutup pada Rp 15.728 per dolar AS, menguat 1,32% dalam sepekan terakhir.  

Hans mengatakan sinyal dovish dari The Fed juga berpotensi menggaet hot money kembali ke Indonesia, baik di pasar saham maupun di pasar surat utang alias obligasi. 

"Kemungkinan akan ada inflow dari investor asing lagi. Harapannya hingga tutup tahun akan ada net buy dari asing," kata dia. Sekadar informasi, sejak awal tahun hingga Jumat lalu, investor asing masih mencatat net sell Rp 14,14 triliun sejak awal tahun, berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Baca Juga: Investasi Warren Buffet di Berkshire Hathaway Jebol Akibat Saham Apple

Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai meskipun keputusan The Fed dinilai positif, tetapi itu masih bersifat jangka pendek. 

Menurut dia, investor masih akan tetap berhati-hati dengan arah kebijakan The Fed selanjutnya. Apalagi gelaran pemilu di Indonesia sudah semakin dekat. 

"Ditambah lagi kondisi semakin mendekati pemilu biasanya investor akan cenderung wait and see terlebih dahulu," kata Sukarno.

Kendati begitu, Sukarno mencermati masih ada potensi net buy di tengah harga saham yang sudah jatuh terlalu dalam sehingga menjadikan saham itu lebih murah.

Baca Juga: Harga Emas Antam Hari Ini Berada di Rp 1.125.000 Per Gram, Minggu (5/11)

Potensi Window Dressing

Para analis masih kompak memproyeksikan window dressing akan terjadi di akhir 2023. Apalagi IHSG sempat terkoreksi cukup dalam. 

Equity & Economics Analyst KGI Sekuritas Rovandi memproyeksikan window dressing masih akan terjadi oleh beberapa faktor. Salah satunya, pergerakan IHSG yang cenderung datar dari awal tahun. 

"Ini membuat IHSG cenderung undervalued dan saat ini harga saham konstituen LQ45 banyak yang sudah menyentuh bottom price," tutur Rovandi. 

Hans menambahkan dengan potensi inflow yang deras hingga akhir tahun, potensi terjadinya window dressing pun masih terbuka lebar. 

Baca Juga: Berbalik Arah dari Kemarin, IHSG Ditutup Menguat pada 2 November 2023

Dia memproyeksikan IHSG akan bergerak di area 6.800–6.900 pada November 2023. Jika area tersebut berhasil ditembus, IHSG berpotensi menutup 2023 di kisaran 7.000–7.100. 

Hans menyarankan investor untuk melirik saham-saham blue chip seperti BBCA, BBRI, BMRI, BBNI, TLKM, ASII, UNTR karena ketika aliran dana asing kembali, saham blue chip yang akan diincar. 

"Waktu asing outflow, saham blue chip banyak yang dijual. Pas asing kembali lagi, saham yang akan dibeli sama," ujar dia. 

Sementara Sukarno menyarankan investor untuk mencermati dan beli, trading buy atau buy on weakness pada BBRI, BBCA, BMRI, TLKM, JSMR, SILO, dan ICBP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati