KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis 0,09% ke 6.983,86 pada Jumat (20/12). Dalam sepekan, IHSG mencatat pelemahan signifikan 4,65%. Founder Stocknow.id, Hendra Wardana melihat pelemahan IHSG dalam sepekan ini dipengaruhi oleh kombinasi sentimen eksternal dan domestik. Dari sisi eksternal, pernyataan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang mengisyaratkan pendekatan lebih hati-hati untuk menurunkan suku bunga pada 2025, dengan kemungkinan hanya dilakukan dua kali, meningkatkan ketidakpastian di pasar global, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Tergelincir ke Bawah Level 7.000, Ini Sentimen Penekan IHSG Sepekan Terakhir "Hal ini berdampak pada ekspektasi pelaku pasar yang sebelumnya mengharapkan pelonggaran moneter lebih agresif," kata Hendra kepada Kontan, Jumat (20/12). Di sisi domestik, rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mendapatkan respons negatif dari pelaku pasar karena dinilai berisiko menekan daya beli masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih mencatatkan deflasi selama delapan bulan berturut-turut. Selain itu, nilai tukar rupiah yang melemah hingga level Rp 16.300 per dolar AS menambah tekanan, khususnya pada sektor-sektor yang memiliki eksposur besar terhadap utang luar negeri. "Sektor perbankan menjadi pemberat utama IHSG pekan ini, dengan saham-saham seperti
BBCA, BBRI,
BMRI, dan
BBNI terkoreksi signifikan akibat aksi
net sell asing yang terus berlanjut," ujarnya. Sementara itu, VP Marketing, Strategy and Planning PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi berpandangan IHSG sepekan terakhir didominasi oleh sentimen dari keputusan dan arah kebijakan bank sentral, baik The Fed maupun Bank Indonesia.
Baca Juga: IHSG Naik 0,09% ke 6.983 pada Jumat (20/12), ESSA, SIDO, BRIS Top Gainers LQ45 Paska FOMC, rilis resmi proyeksi Teh Fed yang menunjukkan kebijakan yang lebih konservatif dengan pemangkasan yang diperkirakan lebih
slower pace cenderung menekan pasar saham. "Ketidakpastian dari pelonggaran kebijakan moneter akan menahan
inflow asing seiring dengan
shifting investement ke yang lebih
low risk, hingga potensi menggerus daya beli masyarakat dan menekan permintaan kredit," ucap Audi kepada Kontan, Jumat (20/12).
Selain itu juga pasar mulai merespons terkait rilis kebijakan pemerintah terkait kenaikan PPN yang dikhawatirkan pasar cenderung menekan konsumsi masyarakat, khususnya kelas menengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi