KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil parkir di zona hijau perdagangan sesi I, Selasa (26/3). Mengutip RTI, indeks naik 0,90% atau 57,579 poin ke level 6.468,83. Tercatat 250 saham bergerak naik, 125 saham bergerak turun, dan 127 saham stagnan. Volume perdagangan 7,56 miliar saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 3,23 triliun. Sepuluh indeks sektoral menopang penguatan IHSG. Sektor aneka industri paling tinggi penguatannya 1,12%, diikuti barang konsumsi 1,09, dan manufaktur 1,08%.
Saham-saham top gainer LQ45 antara lain: - PT Pakuwon Jati Tbk (
PWON, anggota indeks
Kompas100 ) naik 4,44% ke Rp 705 - PT XL Axiata Tbk (
EXCL, anggota indeks
Kompas100 ) naik 3,88% ke Rp 2.680 - PT Semen Indonesia Tbk (
SMGR, anggota indeks
Kompas100 ) naik 3,36% ke Rp 13.850 Saham-saham top losers LQ45 antara lain: - PT Surya Citra Media Tbk (
SCMA, anggota indeks
Kompas100 ini) turun 1,46% ke Rp 1.685 - PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (
TKIM, anggota indeks
Kompas100 ) turun 1,10% ke Rp 11.225 - PT Indah Kiat Pulp and Papers Tbk (
INKP, anggota indeks
Kompas100 ini) turun 0,54% ke Rp 9.200 Investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 114,416 miliar di pasar reguler. Sedangkan untuk keseluruhan market, net buy asing sebesar Rp 138,884 miliar. Kepala Riset Valbury Sekuritas Alfiansyah mengatakan, pasar global mengalami koreksi pada perdagangan Senin (25/3), seiring kecemasan ancaman resesi ekonomi Amerika Serikat (AS). "Namun, diperkirakan tekanan terhadap pasar global pada Selasa mereda dan dapat mendorong IHSG bergerak "mixed", ditopang sentimen musim laporan laba emiten," ujar Alfiansyah dikutip dari Antara.
Sentimen ketakutan pasar terhadap resesi kembali mencuat seiring dengan pembalikan kurva imbal hasil (yield) pada obligasi AS antara tenor tiga bulan dengan tenor 10 tahun. Pada perdagangan sesi AS Jumat (22/3), yield obligasi AS tiga bulan sempat mencapai 2,492 persen, lebih tinggi dibandingkan yield obligasi AS bertenor 10 tahun di 2,45. Pembalikan kurva imbal hasil yang telah terbukti menjadi indikator resesi dalam setidaknya 18 bulan ke depan menjadi pemicu terjadinya koreksi pada bursa saham global pada awal pekan ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto