KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum berhenti memecahkan rekor. Rabu (26/11/2025), IHSG mampu menembus level 8.602,13 sehingga mencerminkan pertumbuhan 20,09% sejak awal tahun atau
year to date (ytd). Namun, masih ada kekhawatiran bahwa pertumbuhan IHSG belum tentu mencerminkan kinerja pasar saham yang sesungguhnya. Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas Abida Massi Armand mengatakan, rekor yang dibukukan IHSG ditopang oleh sentimen kuat dari aksi korporasi, rotasi masif ke saham-saham konglomerasi, dan adanya aliran dana yang bersifat teknikal.
Sentimen yang paling signifikan adalah
rebalancing indeks global oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI), di mana dua saham Indonesia yaitu PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (
BRMS) masuk ke MSCI Global Standard Index. “Masuknya saham-saham ini memaksa dana institusi global pasif untuk melakukan
inflow, sehingga mendorong harga dan bobot indeks secara agregat,” ujar Abida, Rabu (26/11/2025).
Baca Juga: IHSG Terus Melaju Berkat Saham Lapis Dua, Begini Proyeksinya Akhir Tahun Abida memperkirakan ada 13 saham utama konglomerasi yang saat ini menyumbang bobot hingga 48,81% terhadap IHSG, contohnya
TPIA,
BREN, dan
BRPT. Sebaliknya, saham-saham
big caps tradisional seperti perbankan masih berstatus
laggard karena adanya tekanan aksi jual asing secara kumulatif sepanjang 2025 berjalan. Penjualan bersih ini memberikan tekanan jual berkelanjutan yang sebagian besar terkait dengan kebijakan suku bunga tinggi The Fed yang mengurangi daya tarik pasar negara berkembang. Tren anomali ini diprediksi masih akan berlanjut selama sentimen aksi korporasi antar grup konglomerasi tetap kuat. Namun, terdapat potensi
window dressing jelang akhir tahun, di mana saham-saham
big caps yang fundamentalnya solid memiliki profitabilitas kenaikan harga yang tinggi, terutama pada Desember nanti. Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menilai, dalam beberapa pekan terakhir, penguatan IHSG justru kembali ditopang oleh saham-saham big caps dan emiten fundamental kuat. Kondisi ini berbeda dengan beberapa bulan sebelumnya, tatkala IHSG lebih banyak digerakkan oleh saham lapis kedua, saham-saham emas, dan grup konglomerasi. Dengan kata lain, tren penguatan IHSG kini sudah jauh lebih merata. Hal ini terlihat jelas dari kinerja LQ45 yang akhirnya kembali menguat berkat dorongan aliran dana asing ke saham-saham berkapitalisasi besar dan berlikuiditas tinggi seperti perbankan, telekomunikasi, dan konsumer.
Baca Juga: Saham Eks MSCI Mulai Stabil, Begini Kata Analis “Jadi, reli IHSG saat ini bukan hanya hasil dorongan saham-saham tematik, tetapi sudah kembali mencerminkan pemulihan pasar yang lebih luas,” kata dia, Rabu (26/11). Ekky melanjutkan, prospek IHSG ke depannya masih positif seiring ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Fed pada Desember 2025 yang akan menjadi katalis besar bagi
emerging markets. Saham-saham lapis kedua dengan aksi korporasi dan sentimen konglomerasi masih akan aktif menjadi penggerak IHSG. Namun, saham-saham
big caps, terutama konglomerasi juga menunjukkan momentum kuat. “Sektor perbankan, batubara, dan properti yang masih tertinggal secara
year to date (ytd) juga berpeluang menyusul apabila arus dana asing terus meningkat,” imbuh dia. Abida menyebut, saham-saham yang akan menggerakkan IHSG pada sisa tahun 2025 terbagi menjadi dua kategori.
Pertama, sektor
value berupa perbankan besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI yang diuntungkan oleh valuasi menarik dan rotasi musiman
window dressing. Kedua, sektor
growth berbasis konglomerasi yang meliputi sektor energi, komoditas, dan industrial seperti BREN, AMMN, dan TPIA yang terus terdorong oleh aksi korporasi dan
rebalancing indeks global. Menurut Abida, secara teknikal level 8.660 merupakan level kunci yang harus dilewati IHSG untuk mempertahankan probabilitas kenaikan menuju target optimistis 9.000 pada akhir tahun nanti. “Sektor utama yang akan menjadi penopang IHSG adalah sektor keuangan dan industrial atau energi,” jelas dia. Di lain pihak, Ekky menyebut, secara historis likuiditas di pasar saham meningkat pada November—Desember seiring distribusi dividen interim, rotasi portofolio manajer investasi, dan masuknya dana institusi. Valuasi sebagian saham big caps yang saat ini relatif murah juga memperbesar peluang untuk menarik kembali dana asing.
Dengan kombinasi ini, lanjut Ekky, IHSG berpeluang melanjutkan kenaikan dan diperkirakan dapat bergerak menuju area 8.900–9.000 hingga akhir tahun apabila sentimen global tetap kondusif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News