KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) ditutup turun 24,81 poin atau 0,46% ke 5.346,66 pada akhir perdagangan Jumat (28/8). Meski turun pada perdagangan terakhir pekan ini, IHSG masih tercatat naik 1,40% dalam sepekan. Sebelum turun pada Jumat, IHSG sudah naik dalam empat hari perdagangan berturut-turut. Alhasil, koreksi hari Jumat tak mempan menekan IHSG dalam sepekan.
Baca Juga: IHSG memerah, asing lepas saham-saham ini kemarin, Jumat (28/8) Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee memperkirakan, IHSG sepekan ke depan akan berpeluang konsolidasi cenderung melemah setelah penguatan yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir. "IHSG akan bergerak dengan
support di level 5.324 sampai 5.218 dan
resistance di level 5.400 sampai 5.450," ungkap Hans dalam riset, Sabtu (29/8). Hans mengatakan, ada delapan sentimen utama yang mungkin memengaruhi pergerakan IHSG sepekan ke depan. Sentimen tersebut adalah: 1. Perubahan pendekatan kebijakan Federal Reserve (The Fed) yang disampaikan Jerome Powell punya implikasi jangka panjang ke pasar keuangan. Sebelumnya bank sentral Amerika Serikat (AS) berusaha mendorong ekonomi dan ketika inflasi mencapai 2% maka the Fed mulai menaikkan suku bunga. The Fed sekarang akan mengadopsi target inflasi rata-rata yang akan membuat bunga tetap rendah ketika inflasi naik di masa depan. Inflasi akan di rata-rata sehingga butuh waktu lebih lama sebelum The Fed menaikkan suku bunga. 2. Selain bunga yang rendah Fed diperkirakan terus menggelontorkan stimulus untuk mendorong ekonomi untuk mencapai target inflasi 2%. Sejak krisis 2008 ekonomi sangat sulit naik di atas 2% dalam jangka panjang. Sehingga ini mendorong perkiraan panjangnya rezim suku bunga rendah. Pasar saham dan obligasi cenderung positif jangka panjang karena harapan bunga yang rendah dan stimulus yang terus diberikan di masa yang akan datang bahkan ketika ekonomi sudah pulih dari pandemi Covid-19.
Baca Juga: IHSG menguat dalam sepekan terakhir, berikut sentimen pendorongnya Ketika vaksin ditemukan dan pandemi bisa diatasi pasar masih akan melihat stimulus dan bunga rendah akibat menunggu rata-rata inflasi naik. Dana murah ini akan masuk ke
emerging markets termasuk ke Indonesia. 3. Perubahan pendekatan The Fed juga akan mempengaruhi nilai tukar dolar AS. Diperkirakan dolar AS akan punya tren turun jangka panjang akibat likuiditas dolar yang tinggi serta bunga yang rendah. Secara umum rupiah harusnya mampu menguat di jangka panjang terhadap dolar AS. Secara umum bunga yang rendah akan mendorong nilai tukar sebuah negara cenderung melemah. Memang ada efek dari neraca pembayaran atau
capital inflow dan
outflow, inflasi dan kondisi perekonomian. The Fed akan terlambat mengantisipasi perubahan inflasi dan merubah kebijakan bunga nya sehingga mendorong nilai tukar melemah.
Editor: Tendi Mahadi