KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir Mei 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersungkur. IHSG ambles 113,39 poin atau terjun 1,56% ke level 7.140,22 pada perdagangan Rabu (29/5). Setidaknya ada tiga sentimen utama yang menyeret pelemahan IHSG. Pertama, terperosoknya PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN) ke papan pemantauan khusus, usai terkena suspensi dua kali di bulan Mei. Saham emiten milik konglomerat Prajogo Pangestu itu langsung menapaki level auto rejection bawah (ARB) dengan anjlok 10% ke posisi Rp 10.125 per saham. Sebagai saham dengan kapitalisasi pasar (
market cap) terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI), pelemahan BREN punya konsekuensi besar bagi IHSG.
Setelah anjlok pun, saham
BREN tetap di posisi puncak dengan
market cap Rp 1.355 triliun. Kondisi saham BREN ini juga membawa ironi. Sebab, pada pekan lalu BREN masuk ke dalam FTSE Global Equity Index kategori
Large Cap yang akan efektif pada 24 Juni 2024.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham BDKR, MAIN, BBRI, dan BBTN untuk Perdagangan Kamis (30/5) Dus, posisi BREN di papan pemantauan khusus berpotensi menghalangi masuknya
capital inflow efek dari
rebalancing indeks tersebut. Soal arus dana dari investor asing, pada perdagangan Rabu terjadi aksi jual bersih (
net sell) senilai Rp 1,66 triliun, mengakumulasi Rp 4,99 triliun secara year to date. Faktor kedua, tekanan terhadap IHSG tak hanya datang dari BREN. Pada saat yang sama, saham-saham big caps lain juga ambrol. Terutama dari saham empat big bank (
BBCA,
BBRI,
BMRI,
BBNI) yang kompak anjlok. Saham PT Bayan Resources Tbk (
BYAN), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM) dan PT Astra International Tbk (
ASII) yang ikut tersungkur. Faktor ketiga, kurs rupiah yang kembali lunglai, melorot ke level Rp 16.160 per dolar Amerika Serikat (AS). Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Irvan Susandy menilai pelemahan IHSG terdampak sentimen domestik dan eksternal. Seperti kebijakan suku bunga acuan, pelemahan kurs rupiah, sentimen geopolitik, kenaikan yield treasury dan antisipasi terhadap data inflasi AS, hingga kenaikan inflasi di Australia. Dus, Irvan menilai pelamahan IHSG masih merupakan turbulensi wajar sebagai respons atas perkembangan pasar. "Saya yakin market akan melakukan penyesuaian terkait perubahan-perubahan yang terjadi baik secara makro, mikro, regional maupun global," kata Irvan kepada Kontan.co.id, Rabu (29/5). Dihubungi terpisah, CEO Pinnacle Persada Investama Guntur Putra melihat tekanan jual yang terjadi berpeluang membuat IHSG terkoreksi lebih dalam. Guntur menyoroti kontribusi dari pelemahan kurs rupiah, karena hal ini mempengaruhi sentimen investor secara umum dan menyebabkan capital outflow yang lebih besar.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham AKRA, GOTO, MDKA, SMGA untuk Kamis (30/5) Guntur menaksir, rupiah masih berpotensi terkoreksi ke level Rp 16.300 - Rp 16.500. "Dalam jangka pendek, volatilitas kemungkinan tetap tinggi. Masih ada beberapa data juga yang ditunggu pasar seperti level inflasi," tutur Guntur. Pengamat pasar modal & Founder WH-Project William Hartanto menimpali, efek pelemahan kurs rupiah cenderung terbatas lantaran pasar sudah lebih mengantisipasi. Menurut William, tekanan IHSG lebih disebabkan oleh jatuhnya saham
big caps yang punya bobot besar terhadap IHSG. William menaksir, tekanan terhadap IHSG bisa berlangsung hingga dua pekan ke depan dengan estimasi area support di level psikologis 7.000 dan resistance pada 7.180. Dia lantas menyoroti saham BREN yang kini diperdagangkan dengan skema skema
full call auction. Situasi tersebut bakal menekan saham BREN. Namun bukan berarti selama 30 hari di papan pemantauan khusus BREN akan seterusnya ambles hingga mentok ARB. "Banyak juga saham yang
full call auction tapi masih bisa
rebound," ujar William.
Strategi dan Rekomendasi
Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada ikut menyoroti saham BREN. Menurut dia, apa yang menimpa BREN di tengah posisinya sebagai saham di puncak market cap BEI memunculkan persepsi negatif di kalangan investor. "Trading plan bisa bubar dengan adanya sentimen yang tidak terantisipasi. Jadi, untuk saat ini pelaku pasar harus lebih aware dan tanggap dengan berbagai macam sentimen karena ini akan berpengaruh langsung ke pergerakan market," kata Reza. Dalam kondisi pasar saat ini, Head of Research Syailendra Capital Rizki Jauhari menyarankan agar pelaku pasar lebih selektif dalam memilih saham. Terutama dengan memilah prospek dan sentimen yang sedang mengiringi di masing-masing sektor, serta jeli mengevaluasi kinerja laba emiten pada setiap kuartalnya. Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina punya saran serupa. Pada akhir bulan Mei ini, pasar saham dikelilingi berbagai sentimen negatif, yang akan membawa IHSG bergerak di area support 7.000 dan resistance 7.300.
Baca Juga: Harga Saham Blue Chip Ini Turun 18% Sebulan, Pilih Beli Atau Jual? Martha mengingatkan, dalam jangka pendek peluang pelemahan lebih lanjut IHSG masih terbuka. Dus, dia menyarankan wait and see terlebih dulu, sambil melirik saham emiten yang punya kinerja cemerlang pada kuartal I-2024.
William turut menyarankan
wait and see, dan tidak perlu reaktif berlebihan. "Belum perlu terburu-buru membeli saham dengan alasan diskon, karena ketika diskon diiringi oleh sentimen negatif maka terburu-buru beli bisa menjadi kesalahan fatal," tandas William. William merekomendasikan PT AKR Corporindo Tbk (
AKRA), PT PAM Mineral Tbk (
NICL), PT Panin Financial Tbk (
PNLF), PT Ace Hardware Indonesia Tbk (
ACES). Sedangkan Martha melirik peluang di saham PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (
MPMX), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS), PT Adi Sarana Armada Tbk (
ASSA), dan PT Summarecon Agung Tbk (
SMRA). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi