KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya tumbang juga setelah 8 hari berturut menguat. Kamis (15/10), IHSG melorot 1,37% menjadi 5.105,15. Sebelumnya, IHSG berada di zona hijau selama 8 hari perdagangan berturut-turut, mulai Senin (5/10) sampai dengan Rabu (14/10). Akumulasi kenaikannya mencapai 4,87% sehingga membawa IHSG beranjak ke level 5.176,1 dari sebelumnya di 4.926,73. Kemarin, investor asing juga mencatatkan
net buy di seluruh pasar meski nilainya masih kecil, yakni Rp 39,53 miliar. Konon, hal tersebut menjadi sinyal
window dressing yang biasanya terjadi menjelang akhir tahun.
Seperti diketahui,
window dressing adalah manuver yang sering kali dilakukan oleh perusahaan terbuka ataupun perusahaan pengelola keuangan untuk mempercantik kinerjanya sebelum menyerahkan laporan ke klien atau pemegang saham. Biasanya,
fund manager menjual saham dengan kinerja buruk dan membeli saham yang memperlihatkan kinerja baik menjelang akhir tahun.
Baca Juga: IHSG anjlok, asing lego saham-saham ini pada perdagangan Kamis (15/10) Meskipun begitu, Analis MNC Sekuritas Muhammad Rudy Setiawan menilai, kenaikan IHSG yang terjadi belakangan ini serta adanya aksi beli asing bukanlah sinyal
window dressing. Kinerja positif IHSG akhir-akhir ini lebih didorong oleh sentimen pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja dan perkembangan ketersediaan vaksin Covid-19. Rudy memperkirakan,
window dressing baru akan benar-benar terjadi pada November-Desember 2020. Biasanya, aksi ini dilakukan oleh hampir seluruh
fund manager, baik domestik maupun asing. Akan tetapi, yang perlu dicatat, aksi beli asing tak melulu menjadi sinyal atas adanya
window dressing. "Pasalnya, bisa saja investor asing justru mempercantik kinerja dengan mengurangi portofolio di Indonesia," ungkap Rudy saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (15/10). Meskipun begitu, Rudy optimistis IHSG masih punya peluang perbaikan dari level saat ini. Ia memprediksi, IHSG dapat mencapai level 5.340 pada akhir tahun nanti.
Saat
window dressing nanti, Rudy memperkirakan, saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar (
big cap) bakal tetap menjadi pilihan yang diburu para investor. "Pasalnya, arah pasar masih belum menentu sehingga
big caps jadi pilihan utama karena lebih menurunkan risiko," ucap dia. Ia melihat peluang penguatan pada sejumlah saham yang tergolong
big caps yang berasal dari sektor telekomunikasi, keuangan, dan properti. Sebut saja PT Sarana Menara Nusantara Tbk (
TOWR), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (
TLKM), PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI), dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (
BSDE). Rudy masih melihat potensi kenaikan pada saham-saham tersebut. Ia merekomendasikan
buy TOWR dengan target harga Rp 1.150 per saham, TLKM Rp 3.200, BBNI Rp 5.700, dan BSDE Rp 880 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat