IHSG sesi I masih jatuh bersama Asia



JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada di zona negatif di akhir sesi I, Senin (13/6). Berdasarkan data RTI, pada pukul 12.00 WIB, indeks mencatatkan penurunan 0,5% menjadi 4.823,68.

Saham-saham yang berada di posisi top losers siang ini antara lain: PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) turun 9,88% menjadi Rp 310, PT Bintang Mitra Semestaraya Tbk (BMSR) turun 9,74% menjadi Rp 139, dan PT Alam Karya Unggul Tbk (AKKU) turun 9,57% menjadi Rp 340.

Sedangkan, posisi top gainers ditempati oleh saham-saham: PT Bank Pundi Indonesia Tbk (BEKS) naik 18,31% menjadi Rp 84, PT Bank Maspion Indonesia Tbk (BMAS) naik 11,61% menjadi Rp 346, dan PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL) naik 7,48% menjadi Rp 316.


Sementara itu, sembilan sektor kompak memerah. Tiga sektor dengan penurunan terdalam antara lain sektor agrikultur turun 1,42%, sektor pertambangan turun 1,29%, dan sektor keuangan turun 0,92%. Satu-satunya sektor yang bergerak positif adalah sektor industri lain-lain yang naik 0,55%.

Asia terkulai

Kondisi serupa juga terlihat di pasar saham Asia. Data yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, pada pukul 12.06 waktu Tokyo, indeks MSCI Asia Pacific turun 1,7% menjadi 127,91.

Sementara itu, penurunan terbesar dialami indeks Topix Jepang sebesar 2,7%. Sedangkan indeks Kospi Korea Selatan turun 1,6%, indeks S&P/NZX 50 Selandia Baru turun 0,7%, dan indeks Hang Seng Hong Kong turun 2,5%. Penurunan juga dialami indeks Strait Times Singapura sebesar 1,5%.

Ketidakpastian menjelang pertemuan bank sentral AS dan Jepang pada pekan ini membuat pelaku pasar cemas. Selain itu, pasar juga khawatir mengenai referendum Inggris yang akan menghasilkan pro-Brexit.

"Gejolak masih akan terus berlangsung pada pekan ini menjelang dihelatnya sejumlah event. Pertemuan BOJ dan The Fed sekaligus pelaksanaan referendum Inggris pekan depan akan mempengaruhi pasar finansial," jelas Bernard Aw, strategist IG Asia Pte di Singapura.

Selain itu, lanjutnya, dengan adanya pemangkasan prediksi mengenai pertumbuhan ekonomi global oleh Bank Dunia di 2016, investor berharap akan adanya dukungan moneter dan stimulus fiskal dari ekonomi negara maju.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie