IHSG sesi I tersengat faktor eksternal



JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tak berkutik di akhir sesi I hari ini (7/10). Data RTI menunjukkan, pada pukul 11.30 WIB, indeks tercatat turun 0,51% menjadi 5.381,62.

Jumlah saham yang melorot mencapai 117 saham. Sementara, jumlah saham yang naik sebanyak 134 saham dan 90 saham lainnya tak berubah posisi.

Volume transaksi perdagangan hari ini melibatkan 4,857 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 2,916 triliun.


Di sisi lain, ada enam sektor yang memerah. Tiga sektor dengan penurunan terbesar di antaranya: sektor barang konsumen turun 1,56%, sektor manufaktur turun 1,11%, dan sektor perdagangan turun 0,68%.

Investor asing juga terlihat melepas kepemilikannya atas saham-saham Indonesia. Data RTI menunjukkan,  nilai penjualan bersih (net sell) asing di sesi I, baik di seluruh market dan pasar reguler, masing-masing mencapai Rp 454,5 miliar dan 141,2 miliar.

Saham-saham penghuni top losers hari ini antara lain: PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) turun 2,63% menjadi Rp 4.070, PT Matahari Department Tbk (LPPF) turun 2,54% menjadi Rp 18.250, dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun 2,13% menjadi Rp 65.425.

Sedangkan di posisi top gainers indeks LQ 45, terdapat saham-saham: PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) naik 2,09% menjadi Rp 975, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) naik 2% menjadi Rp 15.300, dan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) naik 1,5% menjadi Rp 2.030.

Disinyalir, penurunan IHSG lebih disebabkan faktor eksternal yakni melemahnya poundsterling.

Data yang dihimpun Reuters menunjukkan, poundsterling sempat keok ke level US$ 1,1819. Kendati demikian, pada pukul 08.55 waktu Singapura, poundsterling kembali pulih ke level US$ 1,2401.

Anjloknya nilai tukar mata uang Inggris ini disebabkan aksi jual besar-besaran pelaku pasar. John Gorman, head of non-yen rates trading Nomura Securities menilai, ada dua teori yang berkembang mengenai poundsterling.

"Pertama, ada kesalahan fat finger (salah ketik) atau transaksi yang salah akibat human error. Kemungkinan kedua, yang sepertinya lebih masuk akal, ada kontrak option yang diperdagangkan sehingga menyebabkan aksi jual dengan likuiditas rendah," jelas Gorman.

Tidak seluruh analis meyakini teori fat finger.

Sejumlah pengamat menduga artikel yang dirilis dari Financial Times mengenai kecemasan Brexit menjadi pemicu keoknya poundsterling.

Selain itu, pelaku pasar juga memilih untuk menanti data tenaga kerja AS yang bakal dirilis hari ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie