KONTAN.CO.ID - Menjelang akhir tahun banyak investor mulai melongok peluang investasi tahun 2020. Tapi untuk memprediksi kondisi tahun depan, kita memang perlu juga kondisi pasar finansial kita menjelang akhir tahun 2019. Apakah memang kondisi tahun depan bisa lebih baik dari tahun ini? Apa saja instrumen yang bisa dikoleksi investor? Berikut ini analisis dari Martin Panggabean Ketua Program Studi Ekonomi Pasca Sarjana Universitas Katolik Atma Jaya kepada KONTAN. Bagaimana Anda melihat kondisi pasar finansial, khususnya pasar modal tahun ini? Tahun lalu saat yang sama saya mengatakan pasar modal tidak akan ke mana-mana, karena secara global isu Brexit isu perang dagang China dengan Amerika Serikat dan lain-lain itu masih terus menekan dan saya sebetulnya sangat pesimis melihat kondisi sekarang justru ternyata hasilnya, justru lebih lebih buruk dari yang saya perkirakan. Justru lebih buruk dari yang saya perkirakan. Karena tadinya saya perkirakan pasar masih bisa tumbuh sampai 10%, tapi kalau melihat posisi saat ini justru, kan sebenarnya pertumbuhannya nyaris 0%, kalau kita lihat pergerakan cuma ke atas ke bawah, ke atas ke bawah tapi kalau dilihat dari akhir tahun lalu sampai dengan sekarang, itu kan sebenarnya datar.
Nah itu pun sebenarnya kalau kita melihat apa yang terjadi sekarang minggu-minggu terakhir ini sebetulnya karena ada terjadi window dressing. Tanpa window dressing semestinya kita, pasar kita tahun ini, akhir tahun ini akan tutup lebih rendah dari akhir tahun kemarin. Jadinya negative growth. Dan saya harus ingatkan, ini sudah terjadi 2-3 tahun terakhir ini. Nah jadi, rasanya itu berarti ada sesuatu hal di luar isu-isu global, ada sesuatu hal yang sangat struktural yang terjadi di Indonesia. Jadi kalau melihat kepada situasi seperti ini, saya masih tetap akan merasa pasar juga kemungkinan maksimum hanya akan naik 10%-an untuk tahun 2020. Maksudnya ada masalah struktural seperti apa? Kenapa saya mengatakan ada isu yang sangat serius di dalam negeri. Itu karena, apa yang terjadi di Indonesia itu sebetulnya berbeda sekali dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat dan di negara-negara Barat justru pasar saham mereka naiknya luar biasa. Terus memecahkan rekor misalnya, di Amerika Serikat. Tapi di Indonesia kan justru enggak. Nah, 2019 ini cerita di pasar modal kita adalah cerita obligasi. Nah obligasi yang memang tahun ini berjaya. Cuma pertanyaannya sekarang kalau kita melihat ke depan. Tidak akan terlalu banyak lagi. Tidak mungkin kita mengharapkan atau memperkirakan Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga sampai 5-6 kali lagi. Tapi kita melihat di pasar saham sendiri mereka juga akan bingung sebetulnya. Pertama saya melihat ada kelemahan yang dilakukan oleh BEI. BEI itu sibuk sekali mengambil emiten-emiten baru yang menurut saya kualitasnya rendah. Sehingga justru, alih-alih mendapatkan likuiditas pasar, yang terjadi adalah BEI harus sibuk dengan melakukan suspensi, melakukan delisting, dan lain sebagainya. Dan menurut saya isu itu akan terus terjadi di tahun 2020. Kalau kita lihat di pasar finansial, OJK juga punya masalah yang besar. Bukan cuma pasar saham yang bermasalah, tapi kan kita lihat kegagalan mereka mengurusi isu asuransi, contohnya Jiwasraya. Lalu kemudian kehebohan dengan Fintech yang seperti jamur dibunuh di sini, tumbuh di mana. Dan kelihatannya juga penanganan OJK juga enggak efektif. Belum lagi kita melihat perusahaan multifinance yang ternyata banyak juga bermasalah.Saya sebetulnya sangat pesimis melihat kondisi sekarang justru ternyata hasilnya, justru lebih lebih buruk dari yang saya perkirakan.
BEI harus sibuk dengan melakukan suspensi, melakukan delistingTahun depan masih akan bermasalah? Masih akan terus bermasalah. Jadi menurut saya, tahun 2019 kita baru melihat sedikit saja dari apa yang akan terjadi. Tapi tahun 2020 kita akan melihat lebih banyak lagi. Kemudian saya juga mau lihat juga apa yang terjadi di BUMN, saya yakin apa yang dilakukan oleh Pak Erick Thohir ini adalah sesuatu hal yang sangat baik. Tapi kita akan melihat dampak negatifnya dulu baru bisa melihat dampak positif. Dan sayangnya dampak negatifnya akan lebih banyak pada saat perbaikan dilakukan, baru kelihatan dampak positifnya. Lalu kita sebagai investor bisa melakukan apa? Saham dan instrumen apa yang bisa dipilih? Kita harus sangat-sangat selektif memilih instrumen finansial. Dan kalau pun masuk ke saham, saham apa yang harus Anda pilih. Menurut saya sama seperti tahun lalu, lebih baik Anda berkonsentrasi kepada sektor-sektor manufaktur, manufaktur termasuk makanan-minuman yang pasarnya dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi 5% itu mendukung pertumbuhan dividen dan pertumbuhan bisnis yang lumayan. Tapi kalau Anda harus menghindari, maka tolong hindari yang seperti perusahaan-perusahaan energi, batubara yang terlalu export oriented bergantung kepada pasar global. Bahkan termasuk CPO sekali pun, menurut saya itu tidak akan lari ke mana-mana. Kecuali ada terobosan CPO di dalam negeri, tapi itu kan baru tahun 2021 setahu saya. Tahun 2020 kita mau mengonversi penggunaan minyak kelapa sawit menjadi B30 di dalam negeri enggak akan terasa. Baru mungkin tahun depan. Jadi lebih baik konsentrasi yang pasar di dalam negeri.