KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed dan Bank Indonesia (BI) kompak mempertahankan level suku bunga acuan. Meski sesuai ekspektasi, tapi pasar tampak memberi respons negatif, yang tercermin dari pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG menutup pasar dengan koreksi 0,29% ke level 6.991,46 pada perdagangan Kamis (21/9), setelah bergerak di zona merah hampir sepanjang perdagangan. Padahal pada hari sebelumnya (20/9) IHSG berhasil menembus level psikologis 7.000, tepatnya di 7.011,68. Adapun, Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed pada 19-20 September 2023 memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25% - 5,5%. Sedangkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 20 - 21 September 2023 mempertahankan suku bunga di 5,75%.
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto melihat koreksi IHSG merupakan respons yang wajar dari pasar. Menurut William, justru ketika suatu sentimen sudah diantisipasi sebelumnya oleh pelaku pasar, maka akan terjadi aksi profit taking. Apalagi jika IHSG sedang dalam tren menguat. "Di saat bersamaan ada aksi profit taking dan pengujian level 7.000. Biarpun sentimen sesuai ekspektasi pasar, namun sudah keburu tercermin dari pergerakan harga saham," kata William kepada Kontan.co.id, Kamis (21/9).
Baca Juga: IHSG Turun ke Level 6.991, Net Sell Asing Didominasi Saham-Saham Big Cap Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menyoroti arah suku bunga The Fed yang menjadi katalis penting bagi pasar global. Memang, hasil FOMC kali ini relatif sesuai dengan ekspektasi pasar. Namun, The Fed belum menutup kemungkinan mengerek suku bunga acuan satu kali lagi di sisa tahun ni. "Pandangan The Fed mengenai outlook, terutama potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi juga menjadi concern pelaku pasar. Kemukinan pidato tersebut memberikan sentimen negatif," imbuh Valdy. Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo sepakat, pelemahan IHSG terseret oleh aksi profit taking dan sentimen dari nada hawkish The Fed. "Masih merupakan koreksi wajar, mengingat baru saja memasuki zona 7.000 di hari sebelumnya," ungkap William.
Baca Juga: Kebijakan Suku Bunga AS Menyeret Bursa Asia ke Zona Merah, Kamis (21/9) William memprediksi, di sisa bulan September ini IHSG masih cenderung bergerak di area 6.900-7.100. Hanya saja, untuk jangka menengah IHSG menyimpan peluang koreksi ke rentang 6.700 - 6.900. "Walau peluang kembali ke sekitar level 7.000 masih ada," imbuhnya. Senada, Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova menilai koreksi IHSG masih wajar lantaran minim sentimen penggerak. Secara teknikal, IHSG tampak sudah memasuki fase akhir struktur
wave uptrend, meski masih ada potensi kenaikan terbatas menuju 7.074. Posisi 6.900 akan menjadi patokan level
support IHSG. "Koreksi yang akan terjadi nanti bisa dikatakan koreksi sehat sebelum IHSG masuk fase
uptrend berikutnya. Hingga akhir bulan ini IHSG masih bisa sentuh di atas 7.000," terang Ivan.
Baca Juga: The Fed Tahan Suku Bunga, Investor Disarankan Berhati-hati hingga Akhir Tahun Strategi Investasi & Saham Pilihan
Presiden Komisaris HFX International Berjangka Sutopo Widodo menyoroti nada
hawkish The Fed memberikan isyarat suku bunga berpotensi naik pada bulan November. Hal ini akan menjadi katalis penting bagi sejumlah instrumen investasi dan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sutopo memperkirakan, di sisa tahun ini kurs rupiah - dolar AS akan bergerak di
area Rp 15.000-Rp 15.500. "Ada dalam rentang yang bergerak terikat, tidak melemah terlalu jauh, juga tidak menguat berlebihan," ungkapnya. Sedangkan untuk pasar saham, Sutopo melihat kemungkinan IHSG akan tertekan di akhir tahun 2023. Dus, dia menyarankan pelaku pasar
wait and see mencermati peluang
buy on weakness saat terjadi koreksi. Bersamaan dengan itu, bisa dipertimbangkan untuk diversifikasi aset pada instrumen investasi lainnya. "Reksadana bisa beli teratur, obligasi beli sesuai persentase diversifikasi," kata Sutopo.
Baca Juga: IHSG Melemah di Perdagangan Kamis (21/9), Simak Rekomendasi Saham Esok Valdy memandang posisi bank sentral sejauh ini cenderung membawa sentimen positif bagi saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga. Alasannya, kebijakan moneter relatif akomodatif, setidaknya belum ada pengetatan. "Dengan kondisi ini, kebutuhan pendanaan berpotensi meningkat atau setidaknya terjaga," katanya. William Hartanto menimpali, sikap bank sentral untuk menahan suku bunga tidak membawa efek yang signifikan. Beda cerita jika nantinya bank sentral sudah berani mulai menurunkan suku bunga acuannya. Oleh sebab itu, William melihat belum ada rotasi sektor di pasar saham. Dia juga menyarankan investor untuk mencari momentum buy on weakness, dan mengingatkan untuk lebih cemati jika ingin melakukan profit taking. "Profit taking hanya perlu dilakukan jika ada saham yang berbalik arah tren, namun jika hanya koreksi sehat maka bisa tambah posisi," ujar William.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Teknikal untuk MAPI, BUKA, dan KLBF di Jumat (22/9) William menyarankan buy untuk saham PT Merdeka Battery Materials Tbk (
MBMA), PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (
ISSP), PT Bumi Serpong Damai Tbk (
BSDE), PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM), PT Delta Dunia Makmur Tbk (
DOID), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI).
Sedangkan Valdy menyarankan agar cermat dalam melihat sentimen di masing-masing sektor. Misalnya pada sektor barang konsumsi (
consumer) yang berpotensi menanjak menjelang libur akhir tahun dan musim kampanye Pemilu & Pilpres. Beberapa saham
consumer yang secara teknikal berpotensi
rebound antara lain PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (
ICBP), PT Unilever Indonesia Tbk (
UNVR), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (
CPIN), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (
JPFA), PT Mitra Adiperkasa Tbk (
MAPI) dan PT Erajaya Swasembada Tbk (
ERAA). Ivan punya rekomendasi yang senada. Saham pilihannya adalah BBCA, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI), CPIN, UNVR yang berpotensi mengalami tren
reversal. Ivan juga melirik saham TLKM yang masih bergerak relatif stabil. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati